Senin, 15 Desember 2008

Refleksi Akhir Tahun 2008 Hizbut Tahrir Indonesia Selamatkan Indonesia dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik

Kantor Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Nomor: 147/PU/E/12/08

Jakarta, 18 Desember 2008 M

Refleksi Akhir Tahun 2008

HIZBUT TAHRIR INDONESIA

Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik

Tahun 2008 sebentar lagi akan berakhir, dan fajar tahun 2009 segera menyongsong. Banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial - budaya dan sebagainya yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap sejumlah isu terhangat di sepanjang tahun 2008, Hizbut Tahrir Indonesia memberikan catatan sebagai berikut:

1. EKONOMI INDONESIA:

Di bawah Bayang Kebobrokan Kapitalisme, Kehidupan Rakyat Makin Sengsara

Keadaan ekonomi Indonesia di penghujung tahun 2008 diakhiri dengan rasa duka akibat terpaan krisis finansial global. Ini konsekuensi yang tidak bisa dielakkan mengingat sistem ekonomi Indonesia, khsususnya di bidang keuangan telah menjadi bagian dari sistem ekonomi Kapitalis global.

Secara teknis, krisis finansial global diawali oleh kredit macet di sektor perumahan di AS. Dampaknya telah membangkrutkan sejumlah lembaga keuangan besar di AS, antara lain Lehman Brother yang meninggalkan utang lebih dari 613 milliar dollar dan mempurukkan harga saham. Bukan hanya di AS, tapi juga di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia. Tapi secara fundamental, krisis finansial global ini dipicu oleh 4 faktor utama, yakni sistem keuangan ribawi, perdagangan saham dan bursa komoditas yang penuh dengan spekulasi serta penggunaan uang kertas, khususnya dollar sebagai denominasi utama. Sistem keuangan ribawi memang telah lama ada, tapi sistem ini menjadi lebih ganas sejak Kapitalisme naik daun.

Liberalisme, inti utama dari paham Kapitalisme, membolehkan individu untuk mengembangkan kepemilikan di aneka bidang tanpa batas. Tentu saja itu tidak mungkin dilakukan sendiri. Harus dilakukan bersama orang lain. Dibentuklah sistem perseroan, dimana setiap pesero memiliki saham yang merupakan cerminan kepemilikan dari aset riil perusahaan itu dengan harapan di akhir tahun mendapatkan deviden. Dengan bantuan kredit dari perbankan, usaha perseroan itu semakin besar karena modal yang dimiliki semakin besar. Sementara, bank diuntungkan karena mendapatkan bunga dari perusahaan yang sebagiannya diberikan lagi ke nasabah penyimpan uang.

Dengan semangat untuk bisa mendapat untung lebih besar, saham-saham itu kemudian dibuat menjadi lebih liquid, artinya dapat diperdagangkan. Bila orang butuh uang tunai, tidak lagi harus menunggu dan berharap pada dividen tahunan, namun cukup mengharap pada kenaikan harga sahamnya. Dari sini muncul pasar modal (bursa saham).

Maka, bila ada dana lebih (excess fund), orang punya banyak pilihan. Bisa masukkan ke bank, atau beli saham atau beli dollar. Tapi bila suku bunga bank rendah, orang akan lari ke dollar atau saham sehingga indeks bursa naik. Tapi untuk mencegah spekulasi terhadap dollar, khususnya ketika terjadi gejolak nilai tukar, suku bunga dinaikkan. Orang akan lari ke bank dengan menjual saham, sehingga indeks saham turun. Biasanya kebijakan ini ditempuh untuk menghindari larinya modal ke luar negeri ketika pasar modal sedang lesu atau tidak percaya kepada sistem, misalnya karena gonjang-ganjing politik.

Sistem bursa saham (yang memperdagangkan surat-surat saham) ini lalu ditiru pasar komoditas. Muncullah bursa komoditas berjangka, dimana yang diperdagangkan adalah surat komitmen pengiriman komoditas. Transaksi di bursa komoditas inilah yang mendorong kenaikan harga komoditas seperti minyak yang tidak lagi rasional karena tidak lagi berhubungan dengan mekanisme suplly and demand. Misalnya, harga minyak mentah pernah melambung hingga mencapai 147 US$/barrel, yang membuat pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia kesulitan mengatur anggaran.

Kapitalisme bukan hanya bergerak di sektor keuangan, tapi juga di sektor pengelolaan SDA. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan. Misalnya, lifting minyak Indonesia jauh dari kebutuhan, malah cenderung turun meski harga minyak naik. Demikian juga kapasitas kilang kita tidak bertambah, sehingga minyak mentah kita harus diolah di Luar Negeri, dijual murah untuk dibeli kembali dengan harga lebih mahal. Batu bara dan gas alam kita juga dijual amat murah antara lain ke Cina, sehingga de facto kita mensubsidi pertumbuhan ekonomi Cina itu.

Krisis finansial global ini sesungguhnya tidaklah mengejutkan. Sistem keuangan Kapitalis memang tidak pernah bisa menghasilkan kestabilan ekonomi. Pertumbuhannya bersifat siklik. Maksudnya, bila tampak tumbuh, ia sedang tumbuh menuju puncak untuk kemudian jatuh. Dalam kajian IAEII, dalam seratus tahun terakhir terjadi 20 kali krisis. Artinya, rata-rata tiap 5 tahun sekali terjadi krisis. Tahun 1930-an terjadi depresi besar ketika pasar modal runtuh akibat orang tidak lagi percaya bahwa nilai sahamnya akan bertahan, sehingga mereka melakukan aksi jual. Ketidakpercayaan ini bisa bermula dari melihat kinerja perusahaan yang sahamnya dimiliki, misal perusahaan itu banyak utang, atau tagihan-tagihannya macet. Ini yang terjadi di Amerika Serikat saat ini, ketika bank-bank investasi dan asuransi kesulitan menagih kredit di sektor perumahan. Akibatnya, bank-bank kesulitan likuiditas (tak ada uang balik). Sahamnyapun jatuh. Mirip tahun 1929.

Namun berbeda dengan sekarang, pada krisis 1929 masih ada hal yang bertahan yaitu sistem mata uang emas atau uang yang hampir 100% dijamin emas. Tapi pilar terakhir itu pun kini tidak ada lagi. Semula, karena banyak negara bangkrut di dua perang dunia, dan Amerika Serikat adalah satu-satunya negara saat itu yang masih kuat ekonominya kuat, maka US$ dijamin penuh dengan emas, di mana 1 troy ounce (sekitar 31 gram emas 24 Karat) sama dengan 35 US$. Mata uang negara lain lalu distandarkan nilainya pada US-Dollar. Kesepakatan ini dilakukan di kota Bretton Wood (AS) sehingga disebut perjanjian Bretton Wood. Perang Vietnam dan defisit APBN membuat pada tahun 1971 AS secara sepihak melepaskan mata uangnya dari emas. Akibatnya sejak 1971, US$ terus melemah. Tahun 2008 ini 1 troy-ounce emas sudah setara dengan sekitar US$ 700, atau melemah 2000% dalam 40 tahun.

Akibat krisis finansial ini, warga AS lebih percaya memegang uang kas daripada lembar kertas saham. Banyak perusahaan terpaksa melakukan PHK seiring dengan lesunya kegiatan ekonomi di sana. Bank-bank atau lembaga keuangan lain, yang kerap menanamkan uangnya di luar negeri (tentunya juga melalui pasar modal) pun ramai-ramai melepas surat berharganya untuk ditukar dengan US$ untuk mengamankan likuiditasnya. Akibatnya, di mana-mana, termasuk di Indonesia, permintan atas US$ meningkat pesat sehingga kurs US$ naik terhadap mata uang lokal.

Karena dollar AS mengalami apresiasi, industri yang berbahan baku impor terpukul. Namun pada saat yang sama, industri yang berorientasi ekspor (dan mestinya beruntung oleh kenaikan kurs US$) tidak dapat menikmatinya, karena di luar negeri (terutama AS), ekonomi sedang lesu, konsumsi turun, sehingga permintaan barang dari Indonesia turun. Maka, tak terhindarkan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga terpaksa melakukan PHK besar-besaran. Pengangguran dan kemiskinan dipastikan akan meningkat tajam. Globalisasi yang dibangun dengan Kapitalisme di tengah menuju jurang kehancurannya.

Pemerintah dibantu para pakar berusaha membuat beberapa paket penyelamatan krisis, misal dengan baill-out (bantuan likuiditas, intinya negara mencetak uang - ditukar dengan surat utang negara), lalu dibuat proyek-proyek padat karya, keringanan pajak dan sebagainya, termasuk penurunan harga premium memang akan sedikit mengurangi rasa perih akibat krisis. Namun selama akar krisis ini tidak dihilangkan, krisis itu akan terus berlangsung dan berulang.

2. POLITIK DALAM NEGERI:

Kejenuhan Demokrasi

Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat. Yang terjadi justru ada sebaliknya, lahirnya efek negatif, seperti polarisasi kelompok masyarakat dan merenggangnya interaksi sosial di antara masyarakat itu sendiri.

Rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme, ditandai dengan makin tingginya angka golput. Dari sejumlah pilkada di tahun 2008, "dimenangi" oleh golput. Golput di pilkada Jawa Barat 33%, Jawa Tengah 44%, Sumatera Utara 43% dan pilkada Jatim putaran I sebesar 39,2% dan putaran II sekitar 46%. Angka golput pada sejumlah pilkada kabupaten/kota pun banyak yang berkisar antara 30 – 40% bahkan lebih. Fenomena itu diperkirakan terus berlangsung pada Pemilu 2009 nanti.

Make up dan Pragmatisme Politik

Di dalam demokrasi, citra politisi atau partai dianggap menentukan perolehan suara. Maka masa kampanye yang panjang, sekitar 9 bulan, pun betul-betul dimanfaatkan oleh para politisi dan parpol. Bermunculanlah iklan politik politisi dan partai. Layaknya iklan lainnya, keindahan iklan politik itu juga "tak seindah warna aslinya". Inilah make up politik. Partai Demokrat, mencitrakan kesuksesan pemerintahan SBY dengan menampilkan penurunan angka kemiskinan di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi 6%. Faktanya, harga BBM dinaikkan, harga-harga kebutuhan melambung, angka pengangguran terus meningkat, banyak industri UKM gulung tikar dan sejumlah industri besar terancam ambruk dan mem-PHK karyawannya. Kehidupan rakyat pun tetap atau bahkan makin sulit, hingga banyak dari rakyat rela mempertaruhkan nyawa hanya demi uang dua-tiga puluh ribu rupiah seperti dalam pembagian zakat saat Idul Fitri 1429 H yang lalu.

Seiring dengan besarnya keinginan partai politik untuk meraih dukungan, pragmatisme politik makin kuat terjadi. Hal ini tampak dari koalisi-koalisi yang dibentuk dalam pilkada dan gagasan atau wacana yang dilontarkan parpol. Pragmatisme politik membuat warna ideologi partai menjadi kabur. Untuk partai politik sekuler mungkin tidak menjadi masalah, tapi ternyata pragmatisme politik juga melanda parpol Islam. Bahkan ada parpol Islam yang mengatakan bahwa perjuangan ideologi sudah tidak lagi relevan. Bila demikian, lantas apa fungsi dari adanya parpol Islam?

Dukungan Kepada Syariah Makin Menguat

Di sisi lain, sejumlah survai memperlihatkan bahwa dukungan kepada penerapan syariat dari semakin menguat. Survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 menunjukkan 57,8% responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Survei tahun 2002 menunjukkan sebanyak 67% (naik sekitar 10%) berpendapat yang sama (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002). Sedangkan survei tahun 2003 menunjukkan sebanyak 75% setuju dengan pendapat tersebut.

Hasil survai aktivis gerakan mahasiswa nasionalis pada tahun 2006 di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya menunjukkan sebanyak 80% mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara (Kompas, 4/3/2008). Sementara, survai Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 memperlihatkan, sebanyak 52% orang Indonesia mengatakan, Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka (The Jakarta Post, 24/6/'08). Dan survei terbaru dilakukan oleh SEM Institute menunjukkan sekitar 72% masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam.

Sejumlah hasil survei itu menunjukkan masih adanya harapan yang terbentang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Syariah Islam diyakini akan membawa perbaikan dan kebaikan, keadilan dan kesejahteraan bagi bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga dunia.

3. PROBLEMA SOSIAL

Pengangguran dan Kemiskinan

Pengangguran dan kemiskinan menjadi problem sosial terberat sepanjang tahun 2008. Apalagi setelah badai krisis finansial global mulai melanda Indonesia. Diperkirakan angka pengangguran dan kemiskinan akan meningkat tajam. Cepat atau lambat ini akan berpengaruh pada aspek lain. Misalnya, peningkatan angka kriminalitas, gangguan kesehatan jiwa, peningkatan angka putus sekolah, malnutrisi dan sebagainya. Sebelumnya, Tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Tim P2E-LIPI) memperkirakan warga miskin tahun ini akan bertambah menjadi 41,7 juta orang (21,92%).

LIPI mengatakan lonjakan tersebut terutama diakibatkan kebijakan kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah beberapa saat yang lalu sebesar 28,7%. Jadi jumlah penduduk miskin di Indonesia di tahun 2008 diperkirakan akan naik 4,5 juta orang dibandingkan tahun 2007. Kondisi penduduk miskin tahun 2007 mencapai 37,2 juta atau sekitar 16,58%, dengan garis kemiskinan Rp 166.697/orang/bulan. Dengan adanya kenaikan harga BBM, hingga bulan Desember 2008 diperkirakan kebutuhan hidup layak bagi tiap individu adalah sebesar Rp 195.000/orang/bulan.

Sementara angka pengangguran terus meningkat dari tahun ke tahun. Secara besaran, pada tahun 2008 ini, tercatat sebanyak 4,5 juta orang dari 9,4 juta orang yang termasuk pengangguran adalah lulusan SMA, SMK, program Diploma, dan Universitas. Artinya, separuh dari total angka pengangguran adalah pengangguran terdidik. Mereka ini sebetulnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, namun tidak terserap oleh pasar kerja.

Yang memprihatinkan pula, besaran pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 tercatat sebesar 17 persen, menjadi 26 persen pada tahun 2004, dan kini pada tahun 2008 meningkat menjadi 50,3 persen. (http://www.theindonesianinstitute.com).

Korupsi

Telah banyak diketahui bahwa Indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Telah banyak pejabat atau mantan pejabat yang diadili dan dihukum akibat melakukan korupsi semasa menjabat. Ini tentu merupakan kemajuan, karena sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi. Di masa lalu, makin tinggi jabatan seseorang, makin aman dari jeratan hukum. Tapi untuk memberantas korupsi dan menciptakan negeri bebas korupsi, langkah-langkah tadi tentu belum cukup. Harus ada tindakan lain, seperti pembuktikan terbalik. Artinya, terdakwa lah yang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya itu didapat dari jalan yang halal. Juga harus ada hukuman yang keras dan teladan dari pemimpin. Dan yang paling penting harus ada budaya takut kepada Allah dan adzab di akhirat dari mengambil harta dengan cara haram.

Kriminal: Meningkatnya Kasus Mutilasi

Tekanan dan beban hidup yang semakin berat dipercaya mendorong peningkatan angka kriminalitas. Tapi ada yang sangat menonjol di sepanjang tahun 2008, yakni meningkatnya kasus mutilasi. Mutilasi menjadi modus operandi favorit bagi pelaku pembunuhan. Sejak Januari hingga September 2008 tercatat ada 6 kasus mutilasi yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Namun baru 2 dari 6 kasus itu yang pelakunya diciduk (http://www.detiksport.com).

Selama 2008, kasus mutilasi juga terjadi di daerah-daerah lain seperti di Gunung Batu, Cicendo Bandung pada 30/8/08 (Pikiran Rakyat, 27/10/08), di Bima yang melibatkan tiga pelaku (nusatenggaranews.com), di Semarang (Solopos.com), di desa Pering Gianyar Bali (elShinta.com) dan masih ada kasus lainnya di tempat lain. Menurut kriminolog Erlangga Masdiana, semakin maraknya mutilasi ini juga tidak terlepas dari peran media massa. "Media sebagai sumber pembelajaran atau socio learning, sehingga timbul imitatif effect (efek peniruan)," katanya (kilasberita.com). Yang jelas makin meningkatnya jumlah dan ragam kriminaltas menunjukkan bahwa hukum tidak memberikan efek jera sehingga bisa mencegah orang lain melakukan kejahatan. Itu artinya hukum yang ada tidak memadai untuk mencegah dan memberantas kriminalitas.

Pornografi

Oleh Associated Press (AP), Indonesia dinilai sebagai negara paling liberal dalam urusan pornografi nomor dua setelah Rusia. Terbitan-terbitan yang berbau pornografi dan berbagai porno aksi terus saja beredar luas tak tersentuh oleh hukum. Majalah Playboy Indonesia yang jelas mengusung pornografi malah diputus tak bersalah oleh PN Jakarta Selatan. Di dunia cyber, menurut Sekjen Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Inke Maris, Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar pengakses internet dengan kata seks (Republika, 22/9/08).

UU Pornografi akhirnya memang disahkan. Hanya saja telah berubah jauh dari draft dan semangat awal untuk memberantas pornografi dan pornoaksi. Kata anti pun hilang. Masalah pornoaksi juga tidak disinggung. Pornografi malah ada yang diperbolehkan. Yang dilarang hanya lima materi: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; dan alat kelamin. Maka alih-alih memberantas pornografi, yang terjadi nanti UU itu justru dikhawatirkan malah akan melegalkan pornografi dan porniaksi dibawah diktum pornografi yang diperbolehkan.

Naiknya pengidap virus HIV/AIDS

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981. Ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan dalam sejarah. Di Indonesia menurut data Departemen Kesehatan sampai dengan 31 Maret 2008 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 11.868 kasus di 32 povinsi yang tersebar di 194 Kabupaten/Kota. Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal adalah 20,95%. Hasil estimasi populasi rawan tertular HIV tahun 2006 adalah 193.000.

Proporsi kumulatif tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (53,62%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (27,79%) dan kelompok umur 40-49 tahun (7,89%). Kasus terbanyak di DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 31 Maret 2008 adalah 5,23 per 100.000 penduduk. Sementara rate kumulatif tertinggi di provinsi Papua (75,312), DKI Jakarta (33,995), Bali (23,012), Kep. Riau (20,397), Kalimantan Barat (18,828), Maluku (11,506), Papua Barat (9,937), Bangka Belitung (6,799), dan Sulawesi Utara (5,753).

Menurut Juru Bicara Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tini Suryanti, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 4.288 orang meningkat dari 2.849 penderita tahun lalu. Jumlah ini, lanjut Tini, masih fenomena gunung es. "Yang tidak terdeteksi bisa 100 kali lebih banyak," katanya. Jakarta Barat menurut Tini adalah wilayah paling besar pengidap HIV/AIDS dibandingkan wilayah lain karena Jakarta Barat memiliki banyak tempat hiburan malam. (TEMPO Interaktif, 30/11/08).

Data juga menunjukkan bahwa medium penyebaran virus mematikan itu paling besar melalui jarum suntik dan seks berganti-ganti pasangan. Sejauh ini, tidak terlihat upaya penanganan virus HIV/AIDS ini secara mendasar. Kondomisasi yang telah terbukti gagal justru terus dipromosikan. Pelacuran juga masih dibiarkan berlangsung bebas. Bila penanganan masih dengan cara konvensional seperti yang sekarang ini terjadi, dipastikan pengidap virus HIV/AIDS akan semakin banyak di tahun mendatang.

4. LUAR NEGERI

Ancaman Disintergrasi

Hubungan luar negeri masih ditandai dengan dominasi Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya terhadap Indonesia. Hal ini tampak dari adanya intervensi negara-negara adidaya yang mengarah pada dukungan langsung atau tidak langsung terhadap upaya disintegrasi beberapa kawasan strategis Indonesia terutama Papua dan Aceh.

Dengan dalih penghormatan pada kebebasan berpendapat, 40 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) meminta agar Presiden membebaskan tanpa syarat dua tokoh gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), Filep Karma dan Yusak Pakage dari hukuman. Surat itu merupakan bukti yang sangat nyata bukan hanya tentang adanya campur tangan AS terhadap urusan dalam negeri Indonesia, tapi juga adanya dukungan terhadap gerakan separatis OPM. Sementara itu sikap pemerintah yang terlampau memberikan jalan kepada negara asing dan LSM internasional untuk menyelesaikan persoalan Aceh juga berbahaya terhadap integrasi Indonesia.

Kampanye War on Terrorism (WOT)

Ketundukan Indonesia terhadap AS dan sekutunya sangat jelas, misalnya terlihat dalam agenda perang melawan terorisme (war on terrorist). Dilihat dari target WOT, stigma negatif terhadap Islam dan kelompok Islam tampak menonjol seperti penggunaan istilah jama'ah Islamiyah, jihad yang sering dikaitkan dengan kelompok al-Qaida. Paling banyak diawasi, dicurigai bahkan diburu sebagai pelaku adalah umat Islam atau kelompok Islam yang dianggap pernah terlibat berjihad dalam perang Afghanistan, Thailand Selatan (Pattani), Philipina Selatan (Moro), atau mereka yang pernah ikut membela umat Islam dalam konflik Ambon dan Poso.

Pemerintah Indonesia sepertinya enggan mengungkap siapa sebenarnya master mind dari perbagai peledakan di Indonesia. Dalam kasus bom Bali misalnya, memang, Amrozi dan kawan-kawan yang telah dihukum mati memang mengakui telah menyiapkan bom, tapi benarkah bom sangat besar itu adalah benar-benar bom yang dibuat oleh Amrozi dan kawan-kawan? Keraguan semacam ini akan terus ada mengingat banyak sekali fakta-fakta yang sangat gamblang yang menunjukkan tentang kemungkinan adanya bom yang sengaja ditumpangkan oleh pihak lain.

Hal ini menimbulkan kesan kuat terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan. Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada apa yang disebut kampanye war on terrrorism yang didengungkan AS karena kampanye ini hanyalah kedok (mask) untuk menutupi maksud sesungguhnya, yakni war on Islam.

Sementara, terhadap Amrozi, Imam Samudra dan Mukhlas yang telah dieksekusi, didoakan semoga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah dimana seluruh amal shalehnya diterima oleh Allah SWT, dan segala dosa, kesalahan dan kekhilafah mereka diampuni, sehingga di Akhirat mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Nya.

NAMRU dan Intervensi AS

Lemahnya Indonesia bila berhadapan dengan AS juga terlihat dalam kasus unit penelitian medis Angkatan Laut AS (Naval Medical Research Unit 2) atau Namru-2. Polemik tentang keberlangsungan laboratorium Namru-2 di Indonesia belum berakhir. Meskipun Menteri Kesehatan sudah berulang kali menyatakan proyek kerjasama dengan Angkatan Laut AS tak bermanfaat dan harus dihentikan, termasuk Menristek Kusmayanto Kadiman yang meminta Namru-2 dibekukan, namun Namru tetap berdiri tegak.

Ngototnya pemerintah AS untuk mempertahankan Namru termasuk ngotot meminta 20 stafnya diberikan kekebalan diplomatik tentu menjadi pertanyaan. Sekaligus semakin menegaskan bahwa unit ini lebih banyak untuk kepentingan negara adidaya itu. Diketahui, Namru-2 diberi banyak kelonggaran, termasuk kekebalan diplomatik untuk stafnya guna memasuki seluruh wilayah Indonesia. Padahal Namru-2 bukan bagian dari kegiatan diplomasi .

Diduga, Namru-2 juga melakukan kegiatan intelijen mengumpulkan data dan informasi tentang penyakit, terutama penyakit menular dan berbahaya, yang sangat penting bagi AS, khususnya militernya. Lewat Namru-2, spesimen virus dan penyakit menular berbahaya ada di Indonesia bisa dibuat untuk berbagai kepentingan termasuk senjata biologis. Yang jelas, berlarut-larut dan terkesan begitu sulitnya memutuskan penghentian Namru-2, seolah semakin menguatkan dugaan bahwa Pemerintah, termasuk kalangan di DPR, tunduk pada tekanan asing (AS).

Ketika isu terorisme belum reda, publik Indonesia dikejutkan dengan kerjasama KPK dan FBI (Federal Bureau of Investigation) dalam proyek yang disebut Pemberantasan Korupsi. Kerjasama itu dilakukan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Ketua KPK, Antasari Azhar dan Deputi Direktur FBI, John Pistole di Gedung KPK di Jakarta, Selasa 18 Nopember 2008. Melalui kedok bantuan teknis, pelatihan SDM, pertukaran data dan informasi serta pelatihan intelijen, jelas AS bisa mencengkram negeri ini lebih dalam.

Barack Obama, President Elect

Sementara dalam hubungan luar negeri, terpilihnya Barack Obama seakan memberikan harapan baru dalam konstelasi politik internasional. Namun harapan sepertinya tinggal harapan. Sebagai sebuah negara yang berideologi Kapitalis, AS tidak akan banyak berubah. Obama seorang tidak bisa diharapkan bisa melakukan perubahan mendasar. Amerika Serikat tetap akan berusaha menguasai dunia dengan metode penjajahan mereka yang baku. Apalagi, AS adalah sebuah sistem dengan banyak institusi, kelompok penekan, kelompok lobi Yahudi, kelompok bisnis, kelompok media termasuk militer yang akan mempengaruhi kebijakan AS. Kebijakan AS bukanlah hanya seorang Obama.

Apalagi sejak kampanye beberapa pandangan mendasar Obama tidak jauh beda dengan presiden lainnya. Obama tetap pro Israel. Bagi Obama dan presiden AS yang lain membela Israel merupakan tugas suci yang harus dilakukan dan tidak boleh berubah. Tidaklah mengherankan kalau orang-orang disekitar Obama sangat pro Israel. Seperti penunjukan Hillary Clinton sebagai Menlu . Hillary bersikap lebih keras dan lebih pro-Israel ketimbang Obama saat kampanye. Hillary Clinton juga bersumpah akan "menghancurkan" Iran jika negara itu berani menyerang Israel.

Sebelumnya Obama menunjuk Rohm Israel Emanuel yang sebagai pendukung fanatik negara Israel menjadi kepala staf Gedung Putih. Posisi ini sangat penting karena dia akan mengatur dapurnya Gedung Putih. Surat kabar terkemuka Israel Maariv menggambarkan Emmanuel sebagai 'orang kita di Gedung Putih'.

Karena itu sulit berharap terjadi perubahan mendasar kondisi Palestina. Negeri Islam itu akan tetap dijajah dan diperangi oleh Israel dengan dukungan penuh dari negara adi daya itu. AS juga akan tetap mempertahankan kebijakan belah bambu dan adu domba dengan mendukung Fatah, disisi lain memojokkan Hamas sebagai kelompok teroris. Sementara penguasa Arab dan negeri Islam lainnya akan tetap diam tidak melakukan pembelaan nyata terhadap Palestina.

Obama juga tetap menjalankan agenda WOT (war on terrorism) yang sarat dengan kepentingan AS. Bahkan jauh sebelum terpilih dalam kampanyenya AS telah berjanji menjadikan Afghanistan dan Pakistan sebagai sasaran perang AS yang utama. Obama memang berencana menarik pasukan AS dari Irak, namun Obama berencana mengirim pasukan yang lebih banyak lagi ke Afghanistan. Penarikan pasukan dari Irak itupun harus menunggu tahun 2011 (berdasarkan pakta keamanan AS-Irak).

Krisis Mumbai

Krisis Mumbai yang terjadi pada Rabu 26 November 2008 di India menjadi moment peneguhan perang melawan terorisme. Misteri siapa sebenarnya pelaku serangan ini belum terungkap. Tuduhan paling mudah diarahkan kepada kelompok mujahidin Khasmir. Yang jelas siapapun pelakunya, seringkali tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata muncul sebagai reaksi dari kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan negara.

Aryn Baker dalam Time (Kamis, 27 November 2008) mengingatkan hal ini. Menurutnya, krisis Mumbai tidak bisa dipisahkan dari ketidakadilan yang dirasakan Muslim minoritas India termasuk dalam masalah Khasmir. Kondisi ini, menurutnya, diperparah dengan kerusuhan di Gujarat tahun 2002 yang menewaskan lebih kurang 2.000 orang yang sebagian besarnya adalah Muslim.

Yang perlu dicermati, krisis Mumbai digunakan untuk kepentingan negara-negara besar dalam agenda perang melawan terorisme. Apalagi Obama presiden terpilih AS secara terbuka mengatakan bahwa wilayah Pakistan, Afghanistan (yang berdekatan dengan India) akan menjadi front terdepan bagi AS untuk memerangi terorisme. Krisis Mumbai dijadikan negara adidaya itu untuk mengokohkan kepemimpinannya di wilayah itu atas nama perang melawan terorisme.

Peristiwa ini juga sepertinya akan benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah boneka AS di Pakistan dan Afghanistan untuk memperkuat posisi mereka. Peristiwa Mumbai memperkuat legitimasi memerangi pejuang Islam atas nama war on terrorism. Ke depan pemerintah India, Pakistan, dan Afghanistan akan mengokohkan strategi AS untuk membendung kelompok perlawanan Islam yang dituduh teroris.

5. LIBERALISASI AGAMA

Ahmadiyah dan Liberalisasi Agama.

Persoalan Ahmadiyah sesungguhnya sudah sangat lama. Karena meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan kitab Tadzkirah sebagai wahyu, serta banyak keyakinan lain yang menyimpang, kelompok ini jelas telah murtad dari Islam. Fatwa yang menyatakan kesesatan kelompok ini juga telah dikeluarkan oleh MUI dan organisasi Islam, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di negara kelahirannya sendiri, Ahmadiyah dimasukkan dalam non-Muslim.

Kendati tuntutan agar kelompok ini dibubarkan, atau dikatagorikan sebagai pemeluk agama selain Islam mengalir deras, namun pemerintah tidak bersikap tegas. Sikap pemerintah terhadap Ahamdiyah berbeda dengan sikap terhadap kelompok lain yang juga menodai Islam, seperti kelompok al-Qiyadah al-Islamiyah yang meyakini pemimpinnya, Ahmad Mushaddeq sebagai nabi, atau Lia Eden dengan Jamaah Salamullah-nya yang mengaku mendapatkan wahyu dari Jibril.

Pemerintah akhirnya memang mengeluarkan SKB tiga menteri. Namun amat disayangkan, SKB itu hanya berupa peringatan. Tidak ada sanksi tegas, apalagi pembubaran terhadap kelompok sesat itu. Lebih ironis, kendati telah mendapat peringatan dan jelas-jelas tidak mengindahkan peringatan SKB tiga menteri, Ahmadiyah tetap leluasa mempraktekkan dan mengembangkan keyakinannya.

Tentu patut dipertanyakan, mengapa pemerintah – yang dikatakan Presiden SBY tidak boleh kalah oleh kelompok - tidak berdaya menghadapi Ahmadiyyah. Jika terhadap Habib Rizieq (yang sebenarnya tidak turut serta dalam insiden Monas), Munarman, dan sejumlah aktivitas FPI pemerintah bisa bersikap tegas, namun tidak demikian ketika berhadapan dengan aktivis AKKBB. Padahal, aliansi kelompok liberal inilah yang melakukan provokasi terhadap umat Islam dan paling getol membela Ahmadiyah.

Islamo-phobia

Kasus-kasus yang menunjukkan ketakutan dan kebencian terhadap Islam masih menyeruak. Kasus pelarangan pemakaian jilbab di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi adalah salah satunya. Pelarangan serupa sebelumnya juga terjadi di Rumah Sakit Kebonjati, Bandung. Pula, di Kediri ketika pemilihan anggota paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) dimana panitia seleksi Paskibraka memaksa agar peserta seleksi melepas jilbab dan mengangkat roknya untuk mengetahui bentuk kaki peserta. Kejadian itu pun mengundang kecaman dari tokoh dan ormas Islam.

Tindakan berbagai instansi –termasuk instansi pemerintah– itu tentu sangat disayangkan. Jilbab dan kerudung merupakan bagian dari kewajiban Islam terhadap pemeluknya. Padahal, di dalam konstitusi secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin warganya menjalankan kewajiban agamanya. Juga, seperti yang sering didengungkan, negara menginginkan warganya beriman dan bertakwa. Semestinya, pemerintah mendorong rakyat untuk menunaikan kewajiban agama tersebut. Bukan malah sebaliknya, melarang atau membiarkan pelarangan terhadap pelaksanaan kewajiban itu. Tak kalah anehnya, sikap kelompok-kelompok liberal yang biasanya getol menuntut kebebasan beragama, justru terhadap kasus-kasus seperti itu mereka sama sekali tidak bersuara membela kebebasan beragama seperti yang sering mereka teriakkan. Sikap itu jelas menunjukkan Islam-phobia.

Sikap Islam-phobia lebih parah adalah pada kasus penghinaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran Islam. Sebuah website memuat beberapa komik yang berisi penghinaan terhadap Nabi saw. Namun sayangnya, pemerintah tampak mudah menyerah, lamban, dan tidak bersikap tegas. Berbeda sekali ketika menangani kasus-kasus lain yang dianggap membahayakan negara atau masyarakat. Terhadap pelaku yang menyebarkan email tentang kesulitan likuiditas Bank Century, pemerintah demikian cekatan. Hanya beberapa hari pelakunya dapat ditangkap. Demikian juga dengan beberapa pelaku SMS teror. Apakah sikap Islam-phobia juga menjangkiti penguasa di negeri ini?

Kristenisasi dan pemurtadan

Upaya kristenisasi dan pemurtadan terhadap umat Islam masih terus berjalan dengan berbagai modus operandi. Di Bekasi, kristenisasi dilakukan dengan kedok aksi sosial "Bekasi Berbagi Bahagia" oleh Yayasan Mahanaim. Beberapa orang yang hadir dibuat tidak sadar dan dibaptis, sementara anak-anak kecil diberi bingkisan mainan "barisan berbentuk salib". Kegiatan ini dilakukan di beberapa lapangan terbuka di Bekasi. Anehnya, kegiatan tersebut justru mendapatkan izin dari Walikota Bekasi.

Sebelumnya kasus Kristenisasi juga mencuat di Pinang Ranti, Jakarta Timur. Penduduk yang sudah lama diresahkan oleh keberadaan SETIA (Sekolah Tinggi Theologi Injili Arastamar) dan aktivitas mahasisiswanya akhirnya tidak tahan. Bentrokan antara penduduk dan mahasiswa SETIA pun tak terhindarkan. Hingga kini. Belum ada penyelesaian yang tuntas terhadap kasus tersebut.

Beberapa kasus yang mencuat itu hanya sebagian kecil dari kegiatan kristenisasi yang sempat terungkap. Masih banyak kegiatan pemurtadan yang terus berjalan dengan berkedok aksi-aksi sosial, pengobatan, dan pendidikan. Juga pendirian gereja atau memfungsikan rumah tinggal sebagai rumah ibadah di tengah-tengah pemukiman mayoritas Muslim. Daerah-daerah yang miskin, ditimpa bencana, dan konflik merupakan daerah yang rawan kristenisasi. Amat disayangkan, pemerintah tidak cukup serius menangani persoalan ini. Padahal kegiatan ini tidak hanya membahayakan aqidah kaum Muslim, namun dapat menyulut konflik antaragama. Ironisnya, dalam berbagai kasus konflik tersebut umat Islam kerapkali dituding sebagai penyebabnya. Padahal, umat Islam hanya berusaha menjaga aqidah mereka. Sungguh sangat memprihatinkan.

KHATIMAH

Selain hal-hal penting di atas, sepanjang tahun 2008 negeri yang oleh para pujangga dahulu disebut zamrud khatulistiwa juga tetap diwarnai oleh banyak sekali bencana berupa gempa, kebakaran, banjir dan tanah longsong. Bencana tersebut juga menyisakan sebuah ironi. Yaitu bila diyakini bahwa segala bencana itu disamping karena faktor manusia, yang utama adalah karena qudrah (kekuatan) dan iradah (kehendak) Allah SWT dan karenanya kita sering diajak berdoa agar terhindar dari segala bencana, tapi mengapa pada saat yang sama kita tidak juga mau tunduk dan taat kepada Allah dalam kehidupan kita. Buktinya hingga kini masih sangat banyak larangan Allah (zina, riba, judi, pornografi, kedzaliman, ketidakadilan, korupsi dan sebagainya) masih juga dilanggar, dan masih sangat banyak kewajiban Allah (penerapan syariah, zakat, hukuman, shalat, haji, dan sebagainya) yang tidak dilaksanakan. Pertanyaannya, perlukah ada bencana yang lebih besar lagi untuk menyadarkan kita agar segera tunduk dan taat kepada Allah, bukan sekedar mengakui kekuasaan dan kekuatanNya dalam setiap bencana?

Berkenaan dengan kenyataan di atas, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

1. Menilik berbagai persoalan yang timbul di sepanjang tahun 2008 dapat disimpulkan ada dua faktor utama di belakangnya, yakni sistem dan manusia termasuk kepemimpinan. Krisis finansial global, PHK, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas dan problema sosial lain, intervensi asing, Islamo-phobia dan berbagai bentuk kedzaliman sepenuhnya terjadi karena pilihan manusia dalam menata berbagai aspek kehidupan. Pemimpin yang tidak amanah dan sistem yang buruk, yakni sistem Kapitalisme dan Sekularisme ditambah lemahnya moralitas individu telah terbukti menjadi pangkal munculnya persoalan di atas. Karena itu, bila kita ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan di atas, maka kita harus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya mungkin datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Allah dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.

2. Di sinilah sesungguhnya esensi dari seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah. Karena hanya dengan sistem berdasarkan syariah yang dipimpin oleh orang amanah saja Indonesia benar-benar bisa menjadi baik. Dengan sistem ini pula terdapat nilai transedental dalam setiap aktifitas sehari-hari yang akan membentengi setiap orang agar bekerja ikhlas, tidak terkontaminasi oleh kepentingan pribadi, golongan maupun asing. Memiliki paradigma yang jelas bahwa memimpin adalah amanah dari Allah dan syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan, mengentaskan kemiskinan, menolak intervensi, menghapus pornografi dan pornoaksi, serta mewujudkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sedemikian kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi.

3. Karena itu, diserukan kepada seluruh umat Islam, khususnya mereka yang memiliki kekuatan dan pengaruh seperti pejabat pemerintah, para perwira militer dan kepolisian, pimpinan orpol dan ormas, anggota parlemen, para jurnalis dan tokoh umat untuk berusaha dengan sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya syariah di negeri ini. Hanya dengan syariah saja kita yakin bisa menyongsong tahun mendatang dengan lebih baik. Lain tidak.

Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia

Muhammad Ismail Yusanto

Hp: 0811119796 Email: Ismaily@telkom.net


Gedung Anakida Lantai 7
Jl. Prof. Soepomo Nomer 27, Jakarta Selatan 12790
Telp / Fax : (62-21) 8353253 Fax. (62-21) 8353254
Email : info@hizbut-tahrir.or.id Website: www.hizbut-tahrir.or.id


Kamis, 04 Desember 2008

Khutbah Idul Adha 1429 H

Berkorban Demi Tegaknya Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.

الَلَّهُمَّ صَلِّ وَاُسَلِّمُ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةْ، وَأَدَّى الأَمَانَةْ، وَنَصَحَ الأُمَّةْ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ!

Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Hari ini, umat Islam di seluruh dunia telah disatukan oleh Allah sebagai satu umat. Mereka merayakan hari Raya Idul Adhha bersama-sama sebagai umat Islam, bukan sebagai bangsa Arab, Afrika, Eropa, Amerika, Australia maupun Asia. Mereka merayakan hari agung dan suci ini sebagai satu umat, yang diikat oleh akidah yang sama, yaitu akidah Islam. Dan diatur dengan hukum yang sama, yaitu hukum Islam.

Namun sayangnya, kesatuan mereka sebagai umat ini hanya sesaat. Sebab, begitu mereka selesai mengerjakan shalat Idul Adhha, kesatuan itu pun sirna. 1,4 milyar umat Islam yang kini tengah merayakan Idul Adhha itu pun kembali menjadi buih, dan tidak berdaya menghadapi penistaan demi penistaan yang terus menghampiri mereka.

Lihatlah, untuk menjaga kehormatan dan kesucian Nabi Muhammad dan keluarga baginda, yang terus-menerus dihina dan dinistakan saja mereka tidak mampu. Paling-paling mereka hanya bisa mengutuk, mengecam, memprotes atau menuntut agar penguasa negeri kaum Muslim itu menyeret dan mengadili pelakunya. Tetapi, apakah seruan itu pernah didengarkan? Tentu saja tidak. Karena para penguasa mereka tidak pernah menjadi penjaga agama mereka. Tidak pernah menjadi pembela kehormatan Nabi mereka. Bahkan, menjadi penjaga wilayah mereka sendiri pun tidak. Sebaliknya, mereka malah bahu-membahu dengan kaum Kafir penjajah agar bisa menduduki dan menguras kekayaan alam negeri-negeri mereka.

Lihatlah, andai bukan karena bantuan para penguasa yang berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan seluruh umat Islam, tentu AS dan sekutunya tidak akan bisa menduduki Irak dan Afganistan. Israel juga tidak akan bisa terus-menerus mengangkangi tanah suci Palestina, yang diberkati oleh Allah. Pakistan juga tidak bisa diobrak-abrik dan diobok-obok oleh AS; sehingga AS, dengan leluasa menjalankan operasi penculikan dan pembunuhan orang-orang yang dianggap bisa mengancam eksistensinya. Allahu akbar.

Pertanyaannya, sampai kapan kondisi ini akan terus begini? Apa yang menyebabkan kondisi umat yang dinyatakan oleh Allah sebagai umat terbaik ini begitu menyedihkan?; sampai seluruh kehormatan mereka dinodai di depan mata mereka, siang dan malam, mereka pun tak kuasa membelanya.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kondisi ini sudah diisyaratkan oleh baginda Rasulullah saw. Dalam sabdanya, 14 abad yang lalu, baginda menyatakan:

«يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ»

"Nyaris saja umat-umat itu mengerumuni kalian sebagaimana mereka mengerumi makanan di atas nampan. Ada yang bertanya, 'Apakah karena jumlah kita yang saat itu memang sedikit?' Baginda Nabi menjawab, 'Tidak. Justru kalian ketika itu jumlahnya banyak, tetapi kalian ibaratnya seperti buih yang diombang-ambingkan gelombang. Allah benar-benar akan mencabut dari dada-dada musuh kalian perasaan segan terhadap diri kalian. Sementara Allah benar-benar akan tanamkan ke dalam benak kalian penyakit wahn.' Ada yang bertanya, 'Apakah penyakit wahn itu, wahai Rasulullah?' Baginda menjawab, 'Mencintai dunia, dan takut akan kematian.'" (H.r. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Penyakit wahn inilah yang menjangkiti umat Islam, sehingga mereka kehilangan haibah (wibawa), sebaliknya mereka justru menjadi penakut dan pengecut. Bandingkan dengan sikap generasi emas terdahulu, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sikap Khalid bin Walid terhadap Hurmuz:

«أَمَّا بَعْدُ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، وَأَعْقِدُ لِنَفْسِكَ وَلِقَوْمِكَ الذَِّمَّةَ، وَأُقَرِّرُ بِالْجِزْيَةِ، وَإِلاَّ فَلاَ تَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَكَ، فَقَدْ جِئْتُكَ بِقَوْمٍ يُحِبُّوْنَ الْمَوْتَ كَماَ تُحِبُّوْنَ الْحَيَاةَ»

"Amma ba'du, masuk Islamlah kamu, maka kamu pun akan selamat. Aku telah mengikatkan jaminan untuk dirimu dan kaummu. Aku juga telah menetapkan jizyah. Jika kamu tidak mau, maka jangan sekali-kali menyesal, kecuali meratapi dirimu sendiri. Aku sungguh telah membawa kepadamu suatu kaum yang lebih mencintai kematian, sebagaimana kalian mencintai kehidupan."

Allahu Akbar, itulah rahasia kekuatan dan haibah (wibawa) pasukan Khalid bin Walid, generasi emas yang pernah dilahirkan oleh baginda Rasulullah saw. Inti dari kekuatan mereka adalah kesediaan mereka untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang mereka miliki; harta, keluarga, bahkan jiwa dan raga mereka. Dengan pengorbanan itulah mereka begitu menikmati kematian, sebagaimana orang-orang Kafir menikmati kehidupan. Tidak ada rasa takut dan gentar sedikit pun.

Mengapa kematian itu begitu mereka rindukan? Karena, di sanalah mereka mendapatkan kebaikan di sisi Rabb-nya, jannah an-na'im (surga dengan segala kenikmatannya). Pandangan mereka nun jauh ke akhirat; pada surga dengan segala kenikmatannya, dan neraka dengan segala adzab dan siksanya, itulah yang menghidupkan hati mereka, yang membentuk ketakwaan dan ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail —'alaihima as-salam— dihadirkan oleh Allah kepada kita untuk menjadi ibrah, bagaimana ketataan seorang Ibrahim dan Ismail kepada Tuhannya; yang membuat mereka dengan suka-rela mengorbankan milik mereka yang paling berharga. Ibrahim bersedia menyembelih putranya, sementara Ismail dengan rela, tanpa keberatan sedikit pun, bersedia disembelih oleh ayahandanya tercinta. Ini semua, dilakukan demi membuktikan ketaatan mereka kepada Tuhannya.

Apakah fragmen seperti ini hanya ada di dalam kisah-kisah al-Quran? Ataukah pernah ada dalam kehidupan nyata umat Islam? Ternyata, fragmen seperti itu juga telah ditunjukkan dalam kehidupan nyata umat terbaik ini. Adalah Muhaishah, sahabat Rasulullah saw. yang mengikuti perintah baginda untuk membunuh seorang Yahudi dalam sebuah peperangan. Yahudi yang dibunuhnya itu tak lain adalah pedagang yang biasa memberi pakaian kepadanya. Kakak Muhaishah, yang belum memeluk Islam, yaitu Huwaishah marah kepada Muhaishah, adiknya, seraya memukul dan menghardiknya, "Apakah kamu membunuhnya? Demi Allah, makanan di dalam perutmu itu berasal dari hartanya." Muhaishah pun menjawab, "Demi Allah, sekiranya orang yang memerintahkan aku untuk membunuhnya, memerintahkan aku untuk membunuhmu, pasti aku akan penggal lehermu." Huwaishah bertanya lagi dengan nada heran, "Demi Allah, kalau Muhammad memerintahkan kamu membunuhku, kamu akan membunuhku?" Muhaishah menjawab dengan tegas, "Benar." Padahal, mereka adalah kakak-beradik. Allahu Akbar. Inilah manifestasi ketaatan yang mereka tunjukkan. Inilah ketaatan generasi emas para sahabat Rasulullah saw.

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Jika pada yaum Nahr (hari berkurban) ini, menyembelih hewan kurban di tanah suci bagi jamaah haji, pahalanya oleh Allah dihitung sebanyak tiap helai bulunya, maka bagaimana dengan pengorbanan total yang kita berikan kepada Allah sebagai manifestasi dari ketaatan kita dalam perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam?

Jika hari ini, jamaah haji yang tengah mengenakan pakaian ihram harus rela menahan sengatan panas matahari, sejak di Arafah, Muzdalifah sampai ke Mina, dengan keringat dan bau badan yang mengalir dari tubuh mereka, dan terhadap semuanya itu mereka dilarang untuk menutup kepala dan memakai wangi-wangian, karena kelak Allah akan membangkitkan mereka sebagai orang yang memenuhi panggilan-Nya (mulabbiyah). Jika karena ketaatannya, jamaah haji mendapatkan kemuliaan yang luar biasa, maka bagaimana dengan para pengemban dakwah, yang menghabiskan waktunya untuk berdakwah, berjalan di bawah terik matahari, siang-malam hidupnya untuk melakukan kontak dakwah, hari-harinya dihabiskan di perjalanan, hartanya pun habis dibelanjakan di jalan Allah, tentu mereka akan mendapatkan kemuliaan yang jauh luar biasa. Karena mereka bukan hanya menjalankan ketaatan untuk diri mereka sendiri, sebagaimana jamaah haji, tetapi ketaatan yang juga bisa ditebarkan kepada orang lain. Itulah kehidupan para pengemban dakwah. Pantaslah, jika karena jerih payahnya itu, apa yang mereka lakukan dinyatakan oleh Nabi lebih baik daripada terbitnya matahari dan bulan. Allahu Akbar 3x.

Inilah buah dari pengorbanan yang lahir dari ketaatan, ketakwaan dan pandangan jauh ke akhirat itu. Orang-orang yang taat ketika dipanggil oleh Allah, Rabb mereka, mereka pun menjawab:

"Hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Ya Allah, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu."

Bagi mereka, tidak ada kata lain, kecuali: Sami'na wa atha'na; kami dengar, dan kami taat. Mereka tidak lagi memilih-milih, karena tidak lagi ada pilihan bagi mereka di hadapan perintah dan larangan Allah, kecuali patuh. Allah berfirman:

"Dan tidaklah layak bagi orang Mukmin laki-laki maupun bagi orang Mukmin perempuan, jika Allah dan rasul-Nyat telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) dalam urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata." (Q.s. al-Ahzab [33]: 36)

Allahu Akbar 3x wa Lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah:

Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya?

Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum-Nya, kita abai? Mengapa ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem ekonomi berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak menunaikannya? Begitu pun ketika Allah memerintahkan kita melaksanakan sistem pemerintahan berdasarkan hukum-hukum-Nya, kita tidak melaksanakannya? Bukankah kita tahu, bahwa hanya dengan hukum-hukum-Nya kehidupan kita akan menjadi lebih baik, dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Bukankah kita juga tahu, bahwa tanpa sistem pemerintahan Islam yang mampu mempersatukan umat, yakni Khilafah Islamiyah, umat ini menjadi lemah dan hina? Mereka tidak berdaya membela kehormatan mereka.

Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri.

Lihatlah, kondisi politik, ekonomi, militer, sosial, budaya dan semua bidang kehidupan umat Islam saat ini. Semuanya dalam kondisi yang terpuruk. Kehidupan mereka dikuasai, dikontrol, disetir dan dijajah oleh musuh-musuh mereka. Kita hanya jadi pengekor yang tunduk dan patuh kepada orang-orang Kafir penjajah. Lihatlah, berapa ratus triliun rupiah telah dihabiskan untuk melaksanakan sistem demokrasi, yang nyatanya tidak membawa kebaikan bagi kehidupan mereka. Lihatlah ide-ide HAM, liberalisme, sekularisme, kapitalisme, dan segala isme-isme yang lain, yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diterapkan oleh umat ini, karena mengekor orang-orang Kafir penjajah? Kita rela tunduk dan patuh kepada musuh Allah, Rasul-Nya dan orang Mukmin, sebaliknya rela mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Jadilah kita umat yang hina. Terpuruk dalam kenistaan, kemiskinan, dan kebodohan. Jadilah kita korban keserakahan mereka hingga nyawa pun tidak ada harganya. Nyawa umat Islam begitu murah. Justru ketika Nabi telah menitahkan dalam Haji Wada':

«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ»

"Sesungguhnya darah kalian, harta dan kehormatan kalian adalah merupakan kemuliaan bagi kalian, sebagaimana kemuliaan hari ini, di bulan ini dan di negeri ini."

Tapi, lihatlah apa yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Kashmir, Moro, Pattani dan tempat lainnya menjadi bukti. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita masih tetap bergelimang dalam murka-Nya, karena dosa-dosa kita. Inilah kondisi terburuk umat Islam sepanjang sejarah.

Allahu Akbar 3x wa lillahil hamd

Kaum Muslim rahimakumullah,

Marilah kita tengok kondisi kaum Muslim di dalam negeri. Di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini, hanya tersisa banyaknya jumlah saja. Bagaimana mungkin kita bangga sebagai Muslim kalau melarang dan membubarkan Ahmadiyah yang jelas sesat dan kafir saja tidak bisa? Apa yang tersisa dari identitas Islam kita, kalau melarang pornografi dan pornoaksi saja tidak bisa? Orang menikah dengan cara yang sah diteriaki, dihujat dan dikriminalkan; sementara orang yang berzina dan kumpul kebo dibiarkan. Ketika anak gadis kecil menikah, dipersoalkan karena dianggap mengambil haknya sebagai anak, tetapi ketika seorang perempuan rela hidup serumah tanpa tali pernikahan, tidak pernah dikatakan dilanggar hak keperempuan, hak keisterian dan hak pernikahannya. Inilah paradok perjuangan para pejuang HAM dan aktivis feminis. Belum lagi problem kemaksiatan lain, seperti korupsi, pembunuhan tanpa hak, perjudian, narkoba, suap, pemurtadan, praktik ekonomi ribawi, politik oportunistik yang tumbuh sebagai kejahatan sistemik. Maksiat yang terbesar adalah ditinggalkannya syariah Islam sekaligus diterapkannya hukum Kufur hingga menjadikan semua kaum Muslim di negeri ini telah maksiat berjamaah. Seolah kita pun tidak takut lagi, bahwa fitnah itu akan menyapu bersih siapa pun yang hidup di negeri penuh maksiat ini, tanpa kecuali, sebagaimana yang diingatkan oleh Allah:

وَاتَّقُواْ

 فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ

اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٢٥﴾

"Takutlah kalian terhadap fitnah yang sekali-kali tidak hanya akan menimpa orang yang zalim di antara kalian saja. Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras siksa-Nya." (Q.s. al-Anfal [08]: 25)

Allahu Akbar 3x walillahil hamd.

Kaum Muslim rahimakumullah.

Kita telah menyaksikan semuanya itu dengan mata kepala kita. Belum cukupkah semua keburukan dan kehinaan ini mendera kita? Masihkah kita berharap pada keburukan dan kehinaan lain yang lebih buruk lagi? Padahal Allah telah menjadikan kita umat paling mulia. Lalu di manakah kemuliaan kita sekarang?

Tidak ada lagi solusi bagi semua kehinaan dan kesengsaran kita itu, kecuali dengan kembali kepada Islam, dengan menerapkan Islam secara kaaffah. Itulah yang menjadi penentu kemuliaan kita, sebagiamana dahulu Rasulullah saw. dan para sahabatnya —radhiyallahu 'anhum— telah meraihnya. Demikian pula khulafaur rasyidin, dan generasi-generasi setelahnya.

Wahai kaum Muslim, kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, wahai kaum Muslim, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariah-Nya di bawah naungan Khilafah Rasyidah 'ala Minhaj an-Nubuwwah.

Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemengan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah, dalam memberikan pengorbanan klita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya agama Allah di muka bumi. Ingatlah, wahai kaum Muslim, bahwa untuk itulah Nabi bersumpah tidak akan pernah mundur walau selangkan, sampai Islam menang atau baginda saw. binasa:

«وَاَللّهِ لَوْ وَضَعُوا الشّمْسَ فِي يَمِينِي، وَالْقَمَرَ فِي يَسَارِي عَلَى أَنْ أَتْرُكَ هَذَا الأَمْرَ حَتّى يُظْهِرَهُ اللّهُ أَوْ أَهْلِكَ فِيهِ مَا تَرَكْتُهُ».

"Demi Allah, andai saja mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, (lalu mereka minta) agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, maka demi Allah, sampai urusan (agama) itu dimenangkan oleh Allah, atau aku binasa di jalannya, aku tetap tidak akan meninggalkannya." (Hr. Ibn Hisyam)

Karena itu pula, Rasulullah saw. tidak sekadar menyampaikan risalah, tetapi juga menerapkan risalah itu dalam kehidupan nyata, sehingga baginda dinobatkan sebagai Kepala Negara Islam pertama. Negara yang baginda wariskan itulah yang disebut sebagai Khilafah, dan kepala negaranya, disebut dengan Khulafa' (jamak dari Khalifah). Namun sayang, negara itu kini telah tiada, setelah dihancurkan oleh kaum Kafir penjajah, Inggris dan sekutunya, bekerjasama dengan Kamal Attaturk, la'natu-Llah wa al-malaikah wa ar-Rasul wa an-nas ajma'in.

Padahal, dengan Khilafah itulah kaum Muslim pernah hidup mulia. Dunia pun aman, damai, dan sejahtera di bawah naungannya selama puluhan abad. Kini, setelah Khilafah tidak ada dan dunia tengah menghadapi krisis global, Khilafah pun menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh umat manusia. Karenanya, Khilafah bukan saja cita-cita perjuangan kaum Muslim, tetapi juga seluruh umat manusia. Di saat kapitalisme sudah berada di ujung tanduk, maka kembalinya Khilafah sudah di depan mata. Sekarang tinggal kita; apakah kita akan menjadi pejuang atau pecundang? Menjadi pejuang, atau sekadar menjadi penonton? Sesungguhnya, penerapan syariah dalam naungan Khilafah, merupakan kewajiban setiap Muslim, sekaligus merupakan wujud mengurbanan hakiki kita dalam meraih kemuliaan dan keridloan Allah SWT.

Akhirnya, marilah kita berdoa semoga Allah SWT memberi kita kesabaran dan kekompakan, serta memungkinkan kita berperan penting dalam upaya menegakkan dan memperjuangkan negara Khilafah.

اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ والحمد لله رب العالمين.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ،

اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ فَلَسْطِيْنِ وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَ التُّقَى وَ الْعَفَافَ وَالْغِنَى نَاتِجَةً مِنْ صِيَامِنَا وَ اجْعَلْهُ شَافِعًا لَنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أنْجِزْ لَنَا مَا وَعَدَنَا عَلَى رَسُوْلِكَ مِنْ عَوْدَةِ الْخِلاَفَةِ الرَّاشِدَةِ عَلَى مِنْهَاجِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْنَا، وَذُرِيَّاتِنَا مِمَّنْ أَقَامَهَا بِأَيْدِيْنَا..

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ اللهُ أَكْبَرْ وَللهِ الْحَمْدُ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Kamis, 27 November 2008

MENILAI AGEN ASING

        Baru-baru ini, publik dihebohkan oleh kemunculan berita seputar keterlibatan atau tidak seorang Adam Malik dalam CIA. Berita itu muncul bukan tiba-tiba, tetapi melalui sebuah buku oleh Tim Weiner yang berjudul Kegagalan CIA: Spionase Amerika Sebuah Negara Adi Daya. Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dollar untuk membiayai aksi pembasmian Gestapu.

Perlu diketahui, Tim Weiner sendiri bukanlah penulis amatiran. Disamping berpengalaman menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Weiner juga dikenal penulis handal yang pernah mendapat penghargaan.

Tidak kalah mengejutkan, sebuah tokoh bangsa ini ketika diwawancarai oleh media nasional, Gubernur Lemhamnas Muladi: tidak tertutup kemungkinan ada agen CIA dalam kabinet SBY. Menjadi agen asing sama dengan pengkhianat, komprador, sangat berbahaya. Hukumannya berat. (RM, 26/11/08)

Terlepas dari itu, tulisan dibawah ini bukanlah untuk menghakimi keterlibatan seorang Adam Malik atau tidak dalam CIA dan itu tidak mudah, tentu biarlah yang berwenang yang menetapkannya. Tulisan ringkas ini hadir untuk mencoba menyikapi berbagai fenomena yang ada dan memberi informasi yang berimbang, boleh jadi ternyata agen-agen asing berkeliaran ditengah rakyat!

Fenomena agen asing

        Sudah bukan menjadi rahasia lagi, ketika sebuah adidaya eksis, kelompok-kelompok yang mencoba meruntuhkannya akan selalu berusaha sekuat tenaga disertai berbagai strategi yang memungkinkan. Tenggoklah sejarah kejayaan Khilafah Turki Ustmani (Barat menyebutnya Dinasti Ottoman), melalui Inggris dan Perancis, dua negara ini berkolaborasi dengan berbagai strategi untuk meruntuhkan Penguasa Khilafah Turki. Dan ternyata berdirinya negara kerajaan Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan asing. Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh walinya (Gubernur Khilafah ar-Rasyid). Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris.

Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris. Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai "Seorang Arab yang Beruntung", sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan "Bintang Baru dalam Cakrawala Arab". Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa'ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930.

Kerjasama Dinasti Sa'ud dengan Inggris tampak dalam perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas 'kemerdekaan lengkap dan mutlak' Ibnu Sa'ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa'ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak (Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351). Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa'ud) merasa aman dari berbagai rongrongan. Begitulah sekelumit sejarah peradaban emas Khilafah Turki yang hancur oleh bantuan agen-agen Inggris, meski bernama sebuah raja.

Di era modern sekarang, skenario negara-negara kapitalis dalam menanam agenya tidaklah jauh berbeda, meski dengan strategi yang halus 'soft power'.  Yang penting melakukan propaganda sistematis negara-negara kapitalis dengan memanfaatkan kelompok-kelompok yang menjadi komprador (kaki tangan) negara penjajah ini. Para komprador ini kemudian membuat LSM-LSM yang secara sistematis dan terus-menerus merongrong martabat dan kedaulatan bangsa. Tidak lupa juga menentang penegakkan syariat Islam dan memberikan citra negatif terhadap syariat Islam di negeri-negeri Islam.

Ironisnya, di sisi lain, LSM-LSM ini diam terhadap perlakukan kejam negara-negara penjajah kapitalis Barat, padahal mereka mengklaim sebagai pendukung dan penegak demokrasi dan HAM. Mereka diam terhadap pembunuhan ratusan ribu rakyat sipil di Irak, Afganistan, Palestina, dan negeri negeri Islam lain yang dilakukan oleh AS dan sekutunya yang mengklaim sebagai penegak demokrasi. Mereka juga diam terhadap penangkapan, pemenjaraan, dan penyiksaaan manusia yang dituduh secara sepihak oleh AS sebagai teroris. Mereka diam terhadap ulah AS di Guantanamo (Kuba) dan penjara-penjara lainnya.

Kelompok-kelompok ini mengecam syariat Islam akan membawa penderitaan bagi rakyat. Namun, mendukung habis-habisan kebijakan negara kapitalis dan liberal seperti AS, meskipun itu membuat penderitaan yang mendalam bagi rakyat. Di Indonesia, kelompok liberal secara demonstratif membuat iklan mahal di sebuah koran nasional, satu halaman penuh, yang mendukung kebijakan negara menaikkan harga BBM. Mereka tidak punya nurani lagi. Padahal, semua tahu, kenaikan BBM telah menyengsarakan masyarakat dan memiskinkan secara struktural.

Para komprador negara kapitalis ini menyerang penerapan syariat Islam dan menyebutnya akan memecah-belah bangsa. Namun, membiarkan negara-negara kapitalis mengintervensi negara ini sehingga negara ini terancam pecah. Mereka membiarkan negara-negara asing mengobok-obok Indonesia --seperti di Papua, Maluku, dan Aceh-- atas nama HAM dan demokrasi. Kelompok komprador ini menutup mata bahwa ide liberal seperti menentukan nasib sendiri telah menjadi senjata ampuh bagi Timor Timur untuk melepaskan diri dari Indonesia.

Negara-negara Barat pun tidak segan-segan memanfaatkan para penguasa di negeri-negeri Islam untuk melakukan upaya pemberangusan terhadap penegakan syariat Islam, padahal merupakan sebuah keyakinan. Mereka mendukung penuh para penguasa diktator seperti Husni Mubarak di Mesir, Karimov di Uzbekistan, atau Musharaf di Pakistan untuk bertindak represif terhadap pejuang-pejuang syariat Islam.

Untuk data yang cukup faktual dalam negeri adalah bagaimana kelompok liberal, tentu dengan dukungan seperti Australia, Inggris dan Amerika, sudah tanpa malu-malu lagi memberikan penolakkan RUU Pornografi (yang sebenarnya merupakan kompromi juga antara kalangan liberal dan Islam) saat akan diundangkan menjadi UU Pornografi. Usaha untuk menjaga martabat bangsa justeru dilawan oleh LSM-LSM komprador atau agen asing dengan mengatasnamakan seni, adat, dan budaya.

Bahkan yang cukup ketara ketika menjadi bagian dari agen asing sesungguhnya adalah sikap para pejabat atau penguasa yang obral aset negara seperti gas, minyak, dan kekayaan alam lainnya, kepada para investor asing dengan harga murah, sehingga rakyat dirugikan trilyunan rupiah. Dimenangkannya Hess Ltd atas Pertamina di blok Semai V bukti nyata keberpihakan pejabat kepada asing yang telah menjadikan Pemerintah kehilangan pendapatan sampai 168 Trilyun. Bisa jadi ungkapan Gubernur Lemhanas, Muladi menjadi sebuah kenyataan ditengah-tengah kita. Semoga lekas tersadarkan. Wallahua'lam. [ Oleh Imam Sutiyono-Humas HTI Kota Cilegon]

PEMILU VS INTERVENSI ASING


       
        Setelah Australia sumbang 6 juta Dollar atau sekitar 43.2 Milyar rupiah, kini giliran Inggris memberikan hibah 1 juta Pond atau sekitar 19 Milyar rupiah untuk konsolidasi proses demokrasi pada Pemilu 2009 nanti. Pemerintah Inggris melalui Departemen Pembangunan Internasional menghibahkan 1 juta pound untuk mendukung dan meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2009. Dana hibah itu diterima Dubes Inggris untuk Indonesia, Martin Hatfull saat penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Indonesia yang diwakili Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hafiz Anshary di gedung Bappenas Jakarta.
Jumlah yang tidak sedikit, terlebih dalam kondisi perekonomian yang seperti ini. Sejumlah tanda tanya besar ada apa dibalik pemberian dari beberapa negara kapitalis asing ini? Kiranya tulisan kecil ini bisa menjadi sumbang saran dan perenungan bersama. Ibarat pepatah 'tidak ada makan siang gratis!'

Pemilu, sebuah perubahan?
        Sejak Pemilu digelar, baik pada masa orde lama, orde baru, hingga orde reformasi sekarang, sepertinya tidak ada tanda-tanda perubahan yang signifikan. Sejumlah masalah krusial dari tahun ke tahun tidaklah berubah. Dari masalah kemiskinan, kebodohan, pengangguran, kriminalitas, korupsi, illegal logging atau pembalakan liar, swastanisasi, dan lainnya, tetap menjadi masalah klasik bangsa ini.
        Puluhan tahun sudah merdeka, tetapi kemerdekaan yang didapat semu dalam aplikasi. Martabat bangsa entah ada dimana, karena moral pelaku dan penguasa negeri ini lebih berpihak kepada bukan rakyat, tetapi konglomerat. Lihatlah para pengemplang Danan BLBI yang merampok uang rakyat lebih dari 300 trilyun tidak tersentuh hukum. Atas nama HAM dan demokrasi, pornografi dan pornoaksi dibolehkan (lihat UU Pornografi; kebolehan atas nama seni dan budaya), padahal jutaan perempuan sudah menjadi korban-korban 'seni dan budaya ' asing.
        Pemilu juga hanya menghasilkan orang-orang baru dengan perilaku yang hampir sama dengan para penguasa sebelumnya. Lebih memprioritaskan investor asing dengan bendera liberalisasi dan swastanisasi. Hak-hak rakyat untuk mendapat manfaat dari sumber-sumber kekayaan alam yang melimpah hanya tinggal mimpi di siang bolong. Ibarat ayam yang mati dilumbung padi, sungguh ironis. Undang-undang yang dikeluarkan oleh DPR bermuatan asing, jauh dari keberpihakan pada rakyat jelata. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, dan sebagainya.
        Disudut lain kezaliman pada saat orce lama dan rezim ode baru, muncul orde reformasi, akan tetapi justeru yang terjadi 'repot nasi', sama saja, mendulang pengangguran, menambah jumlah angka kemiskinan, dan kebijakan pro kapitalis yang penuh tipu muslihat. BLT seolah menjadi dewa penolong, padahal disisi lain subsidi yang sejatinya dimiliki rakyat malah semua dicabut dengan alasan perdagangan bebas internasional dan liberalisasi sektor publik. Rakyat dibodohi dengan sejumlah kampanye menyesatkan. Kenaikan BBM seolah 'benar' karena mendesak dan defisit APBN, padahal tidaklah seperti itu keadaannya, ada alternatif rasional lainnya yang tidak membebankan rakyat. Hingga kini kebijakan konversi energi (dari minyak tanah ke gas) masih menyisakan problema dan antrian pengguna minyak tanah diberbagai kota.
Lebih aneh dan mengherankan lagi, disaat harga minyak dunia melampau angka 150 US Dollar per barel, Pemerintah menaikkan hanya dalam hitungan hari. Sedangkan sekarang harga minyak dunia turun hingga mencampai angka 50-an US Dollar per barel, Pemerintah dengan setengah hati menurunkan harga premium hanya lima ratus rupiah (solar dan lainnya masih tidak berubah), itu pun dimulai awal bulan Desember nanti. Kenapa hanya lima ratus rupiah? Bukankah harga minyak dunia sudah seperti sebelum kenaikkan alias sama? Padahal kalau melihat negara tetangga Malaysia, bisa dengan sigap menurunkan harga minyak tanah tanpa menunggu dalam waktu yang cukup lama. Seberapa jauh Pemerintah sekarang benar-benar menyerap aspirasi dan keterbatasan rakyat miskin? Kiranya patut dijawab dengan kebijakan yang lebih santun dan proporsional.
Penjajahan modern
        Setiap bangsa mempunyai kebijakan luar negeri, bisa ke Blok Timur atau Barat. Indonesia yang memegang prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif ternyata tidak mampu menjaga eksistensinya. Menurut para pengamat, adanya kecenderungan pada setiap kurun pemerintahan yang berkuasa tidaklah independen. Bebas aktif hanya slogan, tapi minim dalam implementasi, lihatlah saat penguasa orde lama berkiblat kepada Blok Timur, berideologi sosialis, seperti Cina dan Rusia, kemudian orde baru hingga reformasi, mulai beralih ke Blok Barat, negara yang berideologi sekular-kapitalis, seperti Amerika, Inggris, dan lainnya. Jadi tidak pernah bebas aktif, tetapi lebih tepatnya ketergantungan terhadap bangsa lain, entah Blok Timur saat orde lama, maupun Blok Barat saat orde baru dan reformasi.
        Lebih lanjut, adanya intervensi negara lain, meski bertopeng dana pinjaman lunak, hibah, sumbangan dan sebagainya, ternyata membuat bangsa dan negeri ini terjebak dalam politik negara pemberi pinjaman atau hibah tadi. Masih ingat dalam nalar sadar, bahwa IMF dengan Word Bank yang telah 'membantu' Indonesia ketika krisis moneter, justeru semakin menjadikan bangsa ini kian terpuruk dengan sejumlah rekomendasi yang kalo ditelaah lebih lanjut hanya menguntungkan pihak asing. Swastanisasi atau dicabutnya subsidi merupakan rekomendasi IMF atau Word Bank yang terus menjadikan rakyat miskin terjepit. Bagaimanapun strategi bangsa lain dengan modal dana hibah atau yang lainnya, dipastikan ada sebuah kepentingan. Pepatah Inggris menyatakan 'No free lunch time' tidak ada makan siang gratis! Bisa jadi ini sebuah model penjajahan modern atau meminjam istilah lawan dari kebijakan Presiden Bush yang 'Hard power' menjadi 'Soft power'
        Mengamati sejumlah negara donor yang dengan dana yang tidak sedikit berbondong-bondong memberikan support pada Pemilu 2009 nanti, sudah bisa diperkirakan, sifat dan kebijakan penguasa nanti yang diharapkan sehaluan dengan pemberi dana tadi. Disinilah sebenarnya independensi Pemerintah dan lembaga didalamnya diuji dalam hal kemampuan dan kredibilitasnya untuk menjaga hal-hal prinsip dalam kenegaraan tanpa harus merasa ada timbal balik dari para negara donor atau bahkan kapitalis asing. Akan tetapi jika para penyelenggara negara ini terjebak dalam skenario bangsa lain atas nama dana hibah dan sebagainya, akan sangat sulit diharapkan bangsa ini bisa menuntaskan segala problema yang sampai detik ini tak juga kunjung reda.
        Fenomena negara Barat yang memberi konsentrasi pada Pemilu 2009 kepada Indonesia, semestinya disikapi dengan proporsional. Meski dengan dana yang terbatas, independensi mesti harus diprioritaskan. Ini juga sekaligus menjadi sebuah perenungan, dana yang besar pada setiap Pemilu bahkan juga Pilkada diberbagai kota dan kabupaten, ternyata tidak sebanding dengan hasil dari proses demokrasi itu. Belum lagi ada unsur ketidak setujuan dan penyimpangan. Patut kiranya diupayakan sebuah strategi baru untuk membenahi bangsa ini tidak harus dengan Pemilu.
Alternatif sistem kenegaraan yang ideal menjadi sebuah jawaban ketika dari Pemilu ke Pemilu hanya berganti orang dan penguasa, sementara kebijakan dan regulasi yang diterapkan jauh dari nilai-nilai fitrah manusia dan sangat mudah masuknya intervensi asing. Semua aturan yang dikeluarkan hanya menambah permasalahan baru disamping masalah pokok belum tertuntaskan. Disinilah sebetulnya urgensi edukasi politik dan kebangkitan kesadaran memikirkan nasib bangsa ini. Jika kritik plus solusi sudah ditawarkan, maka selebihnya kita pusatkan kepada aktivitas real ditengah masyarakat menuju ke arah perubahan yang hakiki dan lebih baik bukan sekedar ganti pemimpin dan orang. Wallahua'alam. [ Oleh Imam Sutiyono-Humas HTI Kota Cilegon]
       


Jumat, 07 November 2008

OBAMA DAN KEBIJAKAN AS


Dimuat di HU FAJAR BANTEN, Jumat, 7 Nov-08


        Akhirnya dunia bisa melihat, Barack Hussein Obama dari kubu Partai Demokrat mengungguli John McCain dari kubu Partai Republik. Ini merupakan prestasi bersejarah orang kulit hitam menduduki kursi nomer satu sebagai Presiden AS yang ke-44. Meski diterpa krisis global menuju kehancuran kapitalisme, dunia pun seolah beralih harapan dan tumpuan pada transisi kepemimpinan AS, terlebih dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih harmonis dan beradab.
        Akan tetapi benarkah Obama dapat memutar 180 derajat kebijakan AS selama ini yang double-standard? Atau seperti apa semestinya menyikapi kejadian ini? Apakah stick and carrot menjadi slogan yang tidak terpisahkan dalam episode gaib 'War Againts Terrorism' demi kepentingan kapitalisme global AS? Semoga tulisan ringkas ini bisa menjadi sumbang saran guna menajamkan pemikiran dan wawasan.

Fenomena Partai Demokrat AS
        Angin kebencian terhadap Bush dan kebijakan politik luar negeri yang tidak popular delapan tahun terakhir ini telah memberikan citra negatif terhadap kebebasan dan demokrasi Negara Paman Sam. Oleh karena itu setiap apun perubahan bisa jadi akan berdampak pada perubahan disisi yang lainnya. Begitu juga perubahan kepemimpinan AS dibawah tangan Obama. Apalagi dalam masa kampanye Pilpres nya pernah mengutarakan niatnya akan menarik pasukan AS dari wilayah Irak karena sudah dianggap tidak efektif lagi. Tetapi kemudian akan memindahkan penempatan pasukan tersebut ke wilayah Afghanistan dan Pakistan. Jadi hanya memindahkan permasalahan dari Irak ke tempat lainnya. Yang terjadi tetap pembantaian, penjajahan, dan eksploitasi negara yang diduduki. Sebenarnya ini hanya perubahan strategi sedangkan main stream nya tetap pada pokok imperialisme gaya baru bertopeng operasi penyelamatan dan mencari sarang teroris.
        Episode kapitalisme global AS dibawah Obama yang lahir dari rahim Partai Demokrat bisa jadi lebih cerewet berkaitan dengan isu-isu seperti Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan, dan sejenisnya. Ungkapan ini tidaklah mengada-ada, sebuah fakta pernah terjadi ketika para senator Amerika mengirimkan surat keberatan atas penangkapan dua orang Papua yang telah divonis oleh pengadilan. Dan mayoritas yang duduk di senat adalah dari Partai Demokrat. Bahkan disana ada kelompok para senat yang dijuluki Kaukus Papua yang berjuang dan berupaya memerdekakan dari NKRI. Ini bisa menjadi indikasi akan menguatnya intervensi AS terhadap Indonesia dimasa mendatang. Lagi-lagi Amerika merasa berhak mencampuri urusan negara lain. Negara lain tetap terkungkung dalam hegemoni dan kapitalisasi AS melalui para kapital asing.
        Sedangkan dari aspek moralitas, Partai Demokrat adalah partai pengusung ide-ide kebebasan atau liberalisme. Oleh karena itu bukan hal yang mustahil Amerika sebagai kampium demokrasi akan memberikan dukungan langsung ataupun tersembunyi terhadap upaya-upaya dari kelompok gay, lesbian, homoseksual, pornografi, pornoaksi untuk mengaktualisasikan diri serta kelompoknya dalam ranah kehidupan. Bukan hal aneh juga ketika kasus insiden Monas 1 Juni lampau, konsulat AS di Jakarta merasa perlu menengok korban kekerasan tersebut. Bisa jadi ini menjadi salah satu dukungan real eksistensi aliran sesat Ahmadiyah. Dukungan ini semakin lebih kuat jika semua perangkat undang-undang yang dikeluarkan Pemerintah atau DPR berpihak pada kelompok tersebut. Undang-undang yang berbau liberalisasi dan kapitalisasi sangat disukai Amerika dan LSM Kompradornya. Sayangnya fenomena ini sangat jarang terdeteksi padar analis atau pengamat politik.
        Lebih lanjut seorang Obama bukanlah Amerika, artinya berubahnya Presiden AS tidak secara otomatis seluruh kebijakan akan berubah total. Kalaulah semua orang berharap banyak pada Presiden Obama, sepertinya patut direnungkan. Karena Amerika adalah sebuah negara dengan struktur Pemerintahan dan kebijakan yang permanen. Sedangkan haluan politik pemerintah didominasi oleh para senator bukan personal presiden semata. Haluan politik Amerika adalah imperialisme modern dan eksploitasi kekayaan alam terhadap negara-negara yang dibawah tekanan AS.

Obama; Pro-Israel

        Kiranya agar lebih menukik lagi tentang analisis kebijakan Pemerintah AS dimasa mendatang, bisa disimak beberapa petikan yang pernah diungkapkan Obama dalam kampanye Presiden diantaranya masih kuatnya dukungan AS akan sekutunya Israel, terlebih menekankan keamanan Israel dan keberlangsungan masyarakatnya di jantung Islam, Palestina. Berikut salah satu petikan tersebut: "Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu," kata Obama dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60. Dia diperkenalkan oleh duta besar Israel kepada AS, Sallai Meridor.

        Dunia sudah paham dan mengerti sejak tahun 1948, Israel merebut tanah Palestina dan membantai rakyatnya hingga kini. Tetapi dari putaran Pilpres AS dan bergantinya pemimpin disana, tidak mengubah kebijakan yang pro-Israel. Bandingkan ketika alasan yang irrasional AS berulang-kali melakukan hak veto ketika sanksi PBB akan dijatuhkan kepada Israel yang nyata-nyata melakukan kejahatan perang dan tindakan tidak manusiawi. Begitu saja, sungguh ironis, ketika invasi AS ke Irak, tanpa persetujuan PBB, hingga kini tetap berlangsung dengan jumlah korban rakyat Irak yang tidak sedikit sekaligus menanggung derita berkepanjangan akibat aneksasi tidak beradab dari pasukan sekutu pimpinan AS.

        Sebaliknya terhadap pembelaan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat Palestina dan para intifadhah (pejuang), Obama menyebut mereka dengan sebutan hina berupa teroris. Lihatlah petikan "Saya sudah mengatakan bahwa mereka adalah organisasi teroris, yang tidak boleh kita ajak negosiasi kecuali jika mereka mengakui Israel, meninggalkan kekerasan, dan kecuali mereka mau diam oleh perjanjian sebelumnya antara Palestina dan Israel." Jadi tidak ada perbedaan yang berarti dari seorang Bush dan Obama dalam hal menyikapi penindasan Israel diatas tanah suci Palestina yang sudah berjalan 60 tahun! Setali tiga uang, siapapun Presiden AS, penindasan oleh Israel dan diskriminasi manusia terus terjadi tetapi tetap direstui!

        Oleh karena itu mencurahkan tumpuan kepada seorang Obama untuk merubah perilaku AS dan segala kebijakan dunia saat ini, adalah sebuah hal yang tidak semestinya. Diperlukan kepemimpinan ideologis lain disaat AS dengan ideologi sekular kapitalisme tidak bisa menjawab problema masyarakat dunia. Idologi kapitalisme terbukti biang krisis dan resesi global saat ini, sedangkan ideologi sekular telah menjadikan manusia keluar dari jati diri atau fitrahnya yang beradab. Dan adanya status quo yang pro AS, lebih tepatnya lagi pro sekular dan pro kapitalisme, justeru akan memperpanjang sejarah kekerasan AS dan melanjutkan kejahatan atas peradaban manusia. Beralih kepada ideologi lain maksudnya adalah syariah yang sejatinya sesuai dengan fitrah manusia dan menentramkan jiwa. Kalo dalam histori terbukti 1500 tahun eksis peradaban dunia dengan syariah serta sekaligus yang menjadi solusi fundamental dan faktual tanpa diskriminasi maupun penindasan, kenapa tidak beralih kepemimpinan dunia ini menuju kesana? Wallahua'alam.

Oleh Imam Sutiyono-Humas HTI Kota Cilegon

       

SYARIAH, PASKA KAPITALISME TUMBANG



[dimuat HU BANTEN RAYA POST, 21 Okt'08]


        Gonjang-ganjing resesi global sepertinya terus berkembang, bak bola panas akan menerjang siapa saja. Setelah raksasa investasi di Amerika, Lehman Brother Holding Inc. dinyatakan pailit dan DPR AS atas saran Menkeu Henry Paulson menyalurkan 700 miliar dollar AS sebagai upaya penyelamatan, ternyata krisis tidak kunjung mereda. Kepanikan dan tindakan irrasional juga dilakukan oleh para kepala Negara di berbagai wilayah yang pada intinya tetap melanggengkan krisis dengan tetap menjalankan bursa di pasar modal.
        Keadaan krisis global ternyata berimbas kepada Indonesia, yang pada pekan lalu sempat menutup Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan indeks terus melorot tajam. Berbagai upaya pemulihan dan peningkatan ketahanan fundamental ekonomi pun mulai dipikirkan. Sidang-sidang Kabinet pun mulai marak digelar, bahkan melibatkan juga para kepala daerah atau gubernur untuk meminimalisir dampak  resesi global yang dimulai dari Paman Sam ini.
        Melihat fenomena akan kematian Kapitalisme ini, bagaimana semestinya bersikap dan berbuat? Semoga tulisan ringkas ini dapat membuka wawasan, tentu dengan tidak menutup kemungkinan ada sumbang saran lainnya.

Kapitalisme global yang mengigit
        Disadari atau tidak, Kapitalisme yang diusung Amerika dan Negara Barat lainnya, telah mencemaskan dunia. Dalam arti telah menimbulkan malapetaka kemanusiaan. Tentu dilihat baik dari sisi politik, ekonomi maupun budaya.

        Dari segi politik, Kapitalisme telah mengandeng slogan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi telah mengekspor penindasan serta pembunuhan. Jamil Salmi dalam violence and democatic society mencatat negara Paman Sam ini antara tahun 1945 sampai 2001 saja sudah melakukan 218 kali intervensi terhadap negara lain. Amerika juga merupakan otak kudeta berdarah di berbagai negara. Genocide atas nama demokrasi dan perang melawan terorisme juga telah menimbulkan korban sipil yang sangat besar di Irak dan Afghansitan. Paska pendudukan AS, korban rakyat sipil Irak hampir mencapai angka 1 juta orang.

Negara yang mengaku globo cop, AS memang haus darah dan mesin pembunuh. John Pike dari www.GlobalSecurity.org, sebuah grup riset, tentara Amerika menghamburkan 250.000 peluru untuk menembak mati tiap seorang gerilyawan. Biaya perang demikian besar. Staf Partai Demokrat di Kongres menghitung dari 2002 sampai 2008, perang yang lebih panjang dibanding Perang Dunia kedua itu, menghabiskan 1,3 trilyun dollar.

Menurut Salmi AS juga merupakan pendukung pemerintah represif di berbagai negara. Mendukung pemerintahan Syah Reza Pahlevi di Iran yang dikenal diktator, raja-raja Arab yang represif, termasuk di masa orde pemerintahan sebelumnya. Paska perang dingin negara ini mendukung Musharaf penguasa diktator Pakistan yang kemudian dilengserkan oleh rakyatnya , Husni Mubarak di Mesir, atau Karimov di Uzbekistan. Tidak boleh dilupakan juga AS merupakan pendukung setia rezim teroris Israel yang hingga kini secara sistematis membunuh kaum muslim di Palestina.

Lebih lanjut dari sudut ekonomi, Kapitalisme telah berbuat 'semaunya' dalam arti mengeksploitasi kekayaan alam negara-negara berkembang, termasuk Indonesia didalamnya. Amerika dengan berbagai perusahaan raksasa dunia, telah mencengkram kapitalisasi di berbagai lini. Sumber-sumber alam sangat potensial dan produktif dimilikinya atas nama liberalisasi. Lihatlah banyak perusahaan besar bercokol di negeri ini yang semuanya berbendera Paman Sam. Sementara negeri yang didiaminya hanya diberikan luapan limbah dan tanah yang semakin gersang. Sungguh tragis dan memilukan.

Dalam realita yang sangat jelas, ekonomi Kapitalisme telah menjadikan kesenjangan antara si miskin dan si kaya. Di Indonesia saja, jurang itu semakin melebar. Puluhan juta rakyat Indonesia terjebak pada penghidupan orang yang berpenghasilan dibawah satu dolar, sementara disisi lain, terdapat ribuan orang yang hanya sekedar makan saja bisa mencapai ratusan ribu atau puluhan dolar. Ini sebuah fakta yang tidak terbantahkan.

Dibidang budaya, kapitalisme telah mencampakan nilai-nilai luhur fitri manusia. Dengan asas manfaat, kapitalisme telah menodai norma-norma agama yang semestinya dijunjung tinggi. Dengan alasan budaya, pornografi dan pornoaksi seolah tak terbendung. Orang-orang sekular dan liberal terus menjunjung panji-panji kebebasan dan budaya yang sebenarnya hanya topeng, padahal sejatinya menginjak-injak norma luhur agama dan ideologi (baca Islam). Secara bawah sadar bisa jadi telah menjadi komprador atau bahkan antek asing untuk terus mengerus ajaran agama, harkat dan martabat bangsa dengan simbol-simbol hampa liberalisme dan pluralisme. Inilah bukti kongkret kapitalisme telah menjadi virus dalam kebudayaan dan peradaban. Tarik menarik dan molornya pembahasan RUU APP yang sekarang menjadi RUU Pornograsi bisa jadi sinyalemen itu.

Karena dampak itu semua, kapitalisme sebagai ideologi yang tidak sesuai fitrah manusia dan akal sehat, akhirnya menuju detik-detik kematiannya. Bukan tidak mungkin, sebentar lagi kapitalisme yang pernah berjaya hanya puluhan tahun saja pamit dari dunia ini menyubur temannya sosialisme-komunisme yang sudah lama terkubur.

Syariah akhir peradaban

        Banyak para orientalis dan pemikir barat masih meragukan syariah sebagai solusi atas krisis ini. Akan tetapi tidak sedikit juga para analis masih mengantungkan harapan kepada syariah terlebih institusi Islam, Khilafah. Sebagaimana pernah diprediksi oleh National Intelegent Council –Amerika, tahun 2020 Khilafah akan berdiri setelah kapitalisme tumbang. Boleh jadi analisis NIC akan lebih cepat terbukti dengan berbagai indikasi resesi ekonomi dunia semakin mengila hingga detik ini.

        Tumbangnya kapitalisme akan membuktikan kepada dunia, hanya Islam alternatif sebagai pilihan terakhir. Kembali kepada institusi Khilafah Islam sebagaimana pernah memimpin peradaban dunia hingga lebih dari 1500 tahun sejak 600an hingga1924. Dunia pun akan membuka matanya, bahwa Islam yang sesuai fitrah manusia dan akal sehat akan mampu memberikan jawaban atas semua problem yang ada. Dari resesi global dengan solusi meninggalkan riba, judi di valas, mata uang berbasis emas dan perak, dan segudang manajemen ekonomi syariah yang handal dan tahan terhadap krisis.

Oleh Imam Sutiyono-HUMAS HTI Cilegon