Senin, 15 September 2008

AHMADIYAH, HAM, DAN ISLAM


AHMADIYAH, HAM, DAN ISLAM
]


Sudah lebih dari dua pekan sejak Badan Koordinasi Penganut Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) Pusat merekomendasikan pembekuaan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sikap pemerintah masih belum mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Keputusan ini berdasarkan pemantauan dan evaluasi Bakorpakem selama 3 bulan atas 12 butir pernyataan JAI didepan Litbang Depag. Ternyata selama waktu itu, JAI tidak bisa membuktikan 12 butir tersebut yang berisi bantahan sekaligus komitmen kepada ajaran agama Islam yang murni. 12 butir pernyataan JAI hanya alasan formalitas untuk untuk 'lebih lama hidup' di bumi Indonesia.
Disinyalir tertundanya pemerintah mengeluarkan SKB tersebut adalah adanya intervensi Dewan Petimbangan Presiden (Wantimpres) yang diketuai Adnan Buyung Nasution (ABN) yang sengaja bersikap keberatan jika SKB itu dikeluarkan. Dengan alasan mengada-ada dan sangat emosional sebagai 'pejuang HAM', tidak rela ada sekelompok yang tidak diberikan kebebasan untuk hidup di Indonesia.
Padahal banyak orang tahu dan mengerti, kesesatan JAI sudah sangat nyata telah melecehkan ajaran Islam yang murni dengan berkeyakinan Hadrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw dan juga menodai Al Qur'an dengan menambahkan kata-kata Ahmad (nabi palsu JAI) ke dalam kitab suci umat Islam itu, sekaligus juga memiliki kitab Tadzkirah yang merupakan kumpulan 'wahyu' yang diterima Mirza GA. Dan sejumlah kesesatan lainnya yang telah dibukukan dan disebar-luaskan dikalangan mereka bahkan umat Islam pada umumnya. 'Korban pelecehan agama' dari kalangan orang awam pun berjatuhan. Tidak sedikit dari mereka terjebak oleh doktrin JAI yang juga ternyata disponsori oleh Inggris.
Sebagai sebuah ajaran yang bersumber dari langit, Islam telah memiliki keyakinan atau akidah kepercayaan tertentu yang sudah disepakati oleh kalangan ulama Islam sedunia. Terlebih ajaran Islam mempunyai sumber hukum yang pasti yaitu al Qur'an dan al Hadits. Disamping itu sejarah emas peradaban Islam dalam kurun lebih dari 1400 tahun lamanya. Karena itu secuil apapun ajaran yang menyimpang dalam masalah akidah Islam akan sangat mudah dideteksi dan diberikan fatwa atasnya. Dengan jaringan yang mendunia, Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun telah mengeluarkan fatwa kesesatan atas Ahmadiyah. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi dan tidak boleh dibiarkan begitu saja hidup dengan resiko akan menghancurkan tatanan masyarakat religius yang ada.

Argumentasi HAM
Banyak orang paham dan mengerti setiap Hak Asasi Manusia (HAM) perlu dilindungi dan dijaga. Tidak boleh kalangan yang satu merusak kalangan yang lainnya, begitu juga sebaliknya harus ada pemahaman bahwa menjaga sebuah pendapat atau pemikiran adalah merupakan HAM juga disisi yang lain.
Oleh karena itu kebebasan di Indonesia dalam koridor HAM bukanlah kebebasan tanpa batas sebagaimana yang digelorakan oleh kalangan negara Barat seperti AS, Perancis, maupun Inggris, atau negara lainnya. Kebebasan yang diperkenankan dalam ranah publik Indonesia telah diatur oleh Undang-undang, meski terkadang masih banyak beda penafsiran dan pendapat.
Akan tetapi jika masalah aliran JAI sebenarnya tidaklah ada perbedaan, karena melalui fatwa MUI sebagai pengambil keputusan tertinggi masalah agama dan penjaga akidah umat beragama telah amat jelas dan terang. Sedangkan institusi lain yang tidak berkompeten apalagi bertopeng 'pembela dan pejuang HAM' tentu bukanlah wewenangnya untuk ikut-ikutan. Boleh jadi di era keterbukaan dan reformasi ini, justeru masalah HAM banyak dipolitisasi. Kasus HAM yang telah di-internasionalisasi oleh kalangan tertentu justeru merugikan Indonesia di mata dunia. Dibagian lain banyak fakta berbicara sponsor HAM dan kalangan sekular-liberal tidak lain adalah Asian Foundation dan Lembaga-lembaga asing yang punya strategi liberalisasi di Indonesia.  
Propaganda HAM yang sengaja di-disign oleh kalangan tertentu telah mengaduk-aduk perasaan umat sehingga terkadang timbul dampak yang tidak diharapkan. Provokasi oleh ABN dalam beberapa dialog di media elektronik beberapa waktu lalu telah menebarkan 'perpecahan' dikalangan internal umat Islam. Tetapi akibat kedewasaan umat dan ulama yang ada di Forum Umat Islam (FUI) ekses negatif itu tidak muncul bahkan semakin waspada akan usaha kalangan tertentu yang terus berupaya dengan segala cara menjadikan Islam yang murni dimusuhi dan dipojokkan, sedangkan yang sesat malah 'dikasihani' dan dibela sampai mati.
Ulama yang tergabung dalam MUI maupun FUI sebenarnya adalah penjaga akidah dan ajaran Islam agar tidak disusupi oleh ajaran yang menyimpang dan sesat. Wajar sebagai rasa tanggung jawab dan kepeduliannya bersikap tegas (bukan keras-anarkis). Bukankah setiap ajaran agama apapun akan berusaha menjaga kemurnian ajarannya? Ini juga termasuk dalam lingkup HAM yang paling fundamental.
Argumentasi HAM sebagai pembelaan atas kalangan JAI adalah sikap yang tidak proporsional karena justeru telah menginjak-injak HAM umat Islam yang akan bertindak menjaga agamanya dari ajaran sesat kelompok JAI. Jika dikaitkan hal lainnya, mengapa ketika umat Islam dituding sebagai aksi terorisme mereka diam? Ketika umat Islam mau menunjukkan ekspresi ajarannya dengan berjilbab dan bersyariah malah dituding fundamentalis? Dimana pembelaan HAM atas umat Islam? Inilah paradoks HAM jika terjadi pada kalangan umat Islam. Umat Islam dipojokkan dan menjadi sorban ketidak-adilan HAM.

Islam, Tidak Anarkis
Sementara itu sejak tertundanya SKB itu sudah muncul beberapa aksi anarkis sampai pembakaran dan perusakan aset JAI, tentu saja ini mencoreng citra Islam. Sebagai sebuah ajaran yang rahmatan lil 'alamin, Islam tidaklah mengajarkan sikap-sikap anarkis apalagi merusak hak milik orang lain, siapapun dia dan apapun agama / pandangannya. Dalam literatur fiqh jihad saja diatur bagaimana aturan perang yang tidak boleh membunuh anak-anak; wanita; orang tua yang tidak ikut perang, juga larangan membakar dan merobohkan tempat Ibadah agama lain, bahkan membakar tanaman dan pon-pohonan! Bandingkan dengan peradaban Barat yang tidak punya aturan tentang perang dengan membunuh siapa saja, wanita dan anak-anak sekalipun. Menghancurkan tempat Ibadah oleh imperialis asing seperti pada perang Inggris, Portugis, Belanda, dsb, bukan hal yang aneh.
Bisa jadi sikap anarkis atau kekerasan dalam bentuk lain karena masalah pribadi atau justeru kesalahan pemahaman. Memang kekerasan bisa terjadi bukan saja dalam masalah ini, kekerasan bisa terjadi pada Pilkada, pertandingan olah raga, pemilihan senat dan sebagainya. Anarkisme dalam agama sangat mungkin terjadi karena hal lain, keterlambatan sikap aparat dan pemerintah bisa memunculkan aksi-aksi kekerasan. Tetapi dalam hal ini kekerasan atas nama agama tidaklah dibenarkan, tetapi lebih cenderung dari kesalahan aparat dan pemerintah yang tidak cepat bertindak meski dampak-dampak negatif sudah sangat dirasakan oleh umat sekitar. Oleh karena itu kekerasan dalam hal apapun pasti terkait dengan hal lainnya. Sangatlah tidak jujur dalam menilai ketika oknum tertentu atau kalangan tertentu melakukan anarkisme selalu dikaitkan dengan agama pelakunya. Boleh jadi dan pasti juga tidak fair jika pelaku korupsi dikaitkan dengan agama pelakunya! Begitu juga dalam kriminalitas yang terjadi tidak boleh dikaitkan dengan agama pelakunya.
Bersikap tegas melarang dan membekukan JAI bukan berarti tidak memberi kesempatan orang-orang JAI hidup di bumi Nusantara. Sebagai organisasi sesat, JAI wajib dibubarkan atau dibekukan karena akan selalu menganggu dan menyesatkan orang lain. Organisasi JAI berbahaya bagi keberlangsungan Islam dan lebih bersifat parasitisme terhadap ajaran Islam. Tetapi Islam sangat membuka pintu taubat dan ukhuwah jika mantan anggota JAI mau kembali kepada pangkuan Islam yang hakiki. Bukankah Allah SWT Maha Penerima taubat hamba-hamba yang mau ikhlas kembali kepada ajaran-Nya! Wallahua'lam.

Oleh Imam Sutiyono*
*Pemerhati Masalah Politik & Keagamaan, Humas HTI Cilegon


Tidak ada komentar: