Kamis, 27 November 2008

MENILAI AGEN ASING

        Baru-baru ini, publik dihebohkan oleh kemunculan berita seputar keterlibatan atau tidak seorang Adam Malik dalam CIA. Berita itu muncul bukan tiba-tiba, tetapi melalui sebuah buku oleh Tim Weiner yang berjudul Kegagalan CIA: Spionase Amerika Sebuah Negara Adi Daya. Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dollar untuk membiayai aksi pembasmian Gestapu.

Perlu diketahui, Tim Weiner sendiri bukanlah penulis amatiran. Disamping berpengalaman menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Weiner juga dikenal penulis handal yang pernah mendapat penghargaan.

Tidak kalah mengejutkan, sebuah tokoh bangsa ini ketika diwawancarai oleh media nasional, Gubernur Lemhamnas Muladi: tidak tertutup kemungkinan ada agen CIA dalam kabinet SBY. Menjadi agen asing sama dengan pengkhianat, komprador, sangat berbahaya. Hukumannya berat. (RM, 26/11/08)

Terlepas dari itu, tulisan dibawah ini bukanlah untuk menghakimi keterlibatan seorang Adam Malik atau tidak dalam CIA dan itu tidak mudah, tentu biarlah yang berwenang yang menetapkannya. Tulisan ringkas ini hadir untuk mencoba menyikapi berbagai fenomena yang ada dan memberi informasi yang berimbang, boleh jadi ternyata agen-agen asing berkeliaran ditengah rakyat!

Fenomena agen asing

        Sudah bukan menjadi rahasia lagi, ketika sebuah adidaya eksis, kelompok-kelompok yang mencoba meruntuhkannya akan selalu berusaha sekuat tenaga disertai berbagai strategi yang memungkinkan. Tenggoklah sejarah kejayaan Khilafah Turki Ustmani (Barat menyebutnya Dinasti Ottoman), melalui Inggris dan Perancis, dua negara ini berkolaborasi dengan berbagai strategi untuk meruntuhkan Penguasa Khilafah Turki. Dan ternyata berdirinya negara kerajaan Saudi Arabia misalnya tidak lepas dari campur tangan asing. Pada tahun 1902, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan membunuh walinya (Gubernur Khilafah ar-Rasyid). Pasukan Aziz terus melakukan penaklukan dan membunuh pendukung Khilafah Utsmaniyah dengan bantuan Inggris.

Salah satu sahabat dekat Abdul Aziz Abdurrahman adalah Harry St. John Pilby, yang merupakan agen Inggris. Philby menjuluki Abdul Aziz bin Abdurrahman sebagai "Seorang Arab yang Beruntung", sementara Abdul Aziz menjulukinya dengan "Bintang Baru dalam Cakrawala Arab". Philby adalah orang Inggris yang ahli Arab yang telah lama menjalin hubungan baik dengan Keluarga Sa'ud sejak misi pertamanya ke Nejed pada tahun 1917. Pada tahun 1926, Philby tinggal di Jeddah. Dikabarkan kemudian, Philby masuk Islam dan menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja pada tahun 1930.

Kerjasama Dinasti Sa'ud dengan Inggris tampak dalam perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas 'kemerdekaan lengkap dan mutlak' Ibnu Sa'ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa'ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak (Lihat: Goerge Lenczowsky, Timur Tengah di Tengah Kencah Dunia, hlm. 351). Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa'ud) merasa aman dari berbagai rongrongan. Begitulah sekelumit sejarah peradaban emas Khilafah Turki yang hancur oleh bantuan agen-agen Inggris, meski bernama sebuah raja.

Di era modern sekarang, skenario negara-negara kapitalis dalam menanam agenya tidaklah jauh berbeda, meski dengan strategi yang halus 'soft power'.  Yang penting melakukan propaganda sistematis negara-negara kapitalis dengan memanfaatkan kelompok-kelompok yang menjadi komprador (kaki tangan) negara penjajah ini. Para komprador ini kemudian membuat LSM-LSM yang secara sistematis dan terus-menerus merongrong martabat dan kedaulatan bangsa. Tidak lupa juga menentang penegakkan syariat Islam dan memberikan citra negatif terhadap syariat Islam di negeri-negeri Islam.

Ironisnya, di sisi lain, LSM-LSM ini diam terhadap perlakukan kejam negara-negara penjajah kapitalis Barat, padahal mereka mengklaim sebagai pendukung dan penegak demokrasi dan HAM. Mereka diam terhadap pembunuhan ratusan ribu rakyat sipil di Irak, Afganistan, Palestina, dan negeri negeri Islam lain yang dilakukan oleh AS dan sekutunya yang mengklaim sebagai penegak demokrasi. Mereka juga diam terhadap penangkapan, pemenjaraan, dan penyiksaaan manusia yang dituduh secara sepihak oleh AS sebagai teroris. Mereka diam terhadap ulah AS di Guantanamo (Kuba) dan penjara-penjara lainnya.

Kelompok-kelompok ini mengecam syariat Islam akan membawa penderitaan bagi rakyat. Namun, mendukung habis-habisan kebijakan negara kapitalis dan liberal seperti AS, meskipun itu membuat penderitaan yang mendalam bagi rakyat. Di Indonesia, kelompok liberal secara demonstratif membuat iklan mahal di sebuah koran nasional, satu halaman penuh, yang mendukung kebijakan negara menaikkan harga BBM. Mereka tidak punya nurani lagi. Padahal, semua tahu, kenaikan BBM telah menyengsarakan masyarakat dan memiskinkan secara struktural.

Para komprador negara kapitalis ini menyerang penerapan syariat Islam dan menyebutnya akan memecah-belah bangsa. Namun, membiarkan negara-negara kapitalis mengintervensi negara ini sehingga negara ini terancam pecah. Mereka membiarkan negara-negara asing mengobok-obok Indonesia --seperti di Papua, Maluku, dan Aceh-- atas nama HAM dan demokrasi. Kelompok komprador ini menutup mata bahwa ide liberal seperti menentukan nasib sendiri telah menjadi senjata ampuh bagi Timor Timur untuk melepaskan diri dari Indonesia.

Negara-negara Barat pun tidak segan-segan memanfaatkan para penguasa di negeri-negeri Islam untuk melakukan upaya pemberangusan terhadap penegakan syariat Islam, padahal merupakan sebuah keyakinan. Mereka mendukung penuh para penguasa diktator seperti Husni Mubarak di Mesir, Karimov di Uzbekistan, atau Musharaf di Pakistan untuk bertindak represif terhadap pejuang-pejuang syariat Islam.

Untuk data yang cukup faktual dalam negeri adalah bagaimana kelompok liberal, tentu dengan dukungan seperti Australia, Inggris dan Amerika, sudah tanpa malu-malu lagi memberikan penolakkan RUU Pornografi (yang sebenarnya merupakan kompromi juga antara kalangan liberal dan Islam) saat akan diundangkan menjadi UU Pornografi. Usaha untuk menjaga martabat bangsa justeru dilawan oleh LSM-LSM komprador atau agen asing dengan mengatasnamakan seni, adat, dan budaya.

Bahkan yang cukup ketara ketika menjadi bagian dari agen asing sesungguhnya adalah sikap para pejabat atau penguasa yang obral aset negara seperti gas, minyak, dan kekayaan alam lainnya, kepada para investor asing dengan harga murah, sehingga rakyat dirugikan trilyunan rupiah. Dimenangkannya Hess Ltd atas Pertamina di blok Semai V bukti nyata keberpihakan pejabat kepada asing yang telah menjadikan Pemerintah kehilangan pendapatan sampai 168 Trilyun. Bisa jadi ungkapan Gubernur Lemhanas, Muladi menjadi sebuah kenyataan ditengah-tengah kita. Semoga lekas tersadarkan. Wallahua'lam. [ Oleh Imam Sutiyono-Humas HTI Kota Cilegon]

Tidak ada komentar: