Jumat, 07 November 2008

SYARIAH, PASKA KAPITALISME TUMBANG



[dimuat HU BANTEN RAYA POST, 21 Okt'08]


        Gonjang-ganjing resesi global sepertinya terus berkembang, bak bola panas akan menerjang siapa saja. Setelah raksasa investasi di Amerika, Lehman Brother Holding Inc. dinyatakan pailit dan DPR AS atas saran Menkeu Henry Paulson menyalurkan 700 miliar dollar AS sebagai upaya penyelamatan, ternyata krisis tidak kunjung mereda. Kepanikan dan tindakan irrasional juga dilakukan oleh para kepala Negara di berbagai wilayah yang pada intinya tetap melanggengkan krisis dengan tetap menjalankan bursa di pasar modal.
        Keadaan krisis global ternyata berimbas kepada Indonesia, yang pada pekan lalu sempat menutup Bursa Efek Indonesia (BEI) dikarenakan indeks terus melorot tajam. Berbagai upaya pemulihan dan peningkatan ketahanan fundamental ekonomi pun mulai dipikirkan. Sidang-sidang Kabinet pun mulai marak digelar, bahkan melibatkan juga para kepala daerah atau gubernur untuk meminimalisir dampak  resesi global yang dimulai dari Paman Sam ini.
        Melihat fenomena akan kematian Kapitalisme ini, bagaimana semestinya bersikap dan berbuat? Semoga tulisan ringkas ini dapat membuka wawasan, tentu dengan tidak menutup kemungkinan ada sumbang saran lainnya.

Kapitalisme global yang mengigit
        Disadari atau tidak, Kapitalisme yang diusung Amerika dan Negara Barat lainnya, telah mencemaskan dunia. Dalam arti telah menimbulkan malapetaka kemanusiaan. Tentu dilihat baik dari sisi politik, ekonomi maupun budaya.

        Dari segi politik, Kapitalisme telah mengandeng slogan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi telah mengekspor penindasan serta pembunuhan. Jamil Salmi dalam violence and democatic society mencatat negara Paman Sam ini antara tahun 1945 sampai 2001 saja sudah melakukan 218 kali intervensi terhadap negara lain. Amerika juga merupakan otak kudeta berdarah di berbagai negara. Genocide atas nama demokrasi dan perang melawan terorisme juga telah menimbulkan korban sipil yang sangat besar di Irak dan Afghansitan. Paska pendudukan AS, korban rakyat sipil Irak hampir mencapai angka 1 juta orang.

Negara yang mengaku globo cop, AS memang haus darah dan mesin pembunuh. John Pike dari www.GlobalSecurity.org, sebuah grup riset, tentara Amerika menghamburkan 250.000 peluru untuk menembak mati tiap seorang gerilyawan. Biaya perang demikian besar. Staf Partai Demokrat di Kongres menghitung dari 2002 sampai 2008, perang yang lebih panjang dibanding Perang Dunia kedua itu, menghabiskan 1,3 trilyun dollar.

Menurut Salmi AS juga merupakan pendukung pemerintah represif di berbagai negara. Mendukung pemerintahan Syah Reza Pahlevi di Iran yang dikenal diktator, raja-raja Arab yang represif, termasuk di masa orde pemerintahan sebelumnya. Paska perang dingin negara ini mendukung Musharaf penguasa diktator Pakistan yang kemudian dilengserkan oleh rakyatnya , Husni Mubarak di Mesir, atau Karimov di Uzbekistan. Tidak boleh dilupakan juga AS merupakan pendukung setia rezim teroris Israel yang hingga kini secara sistematis membunuh kaum muslim di Palestina.

Lebih lanjut dari sudut ekonomi, Kapitalisme telah berbuat 'semaunya' dalam arti mengeksploitasi kekayaan alam negara-negara berkembang, termasuk Indonesia didalamnya. Amerika dengan berbagai perusahaan raksasa dunia, telah mencengkram kapitalisasi di berbagai lini. Sumber-sumber alam sangat potensial dan produktif dimilikinya atas nama liberalisasi. Lihatlah banyak perusahaan besar bercokol di negeri ini yang semuanya berbendera Paman Sam. Sementara negeri yang didiaminya hanya diberikan luapan limbah dan tanah yang semakin gersang. Sungguh tragis dan memilukan.

Dalam realita yang sangat jelas, ekonomi Kapitalisme telah menjadikan kesenjangan antara si miskin dan si kaya. Di Indonesia saja, jurang itu semakin melebar. Puluhan juta rakyat Indonesia terjebak pada penghidupan orang yang berpenghasilan dibawah satu dolar, sementara disisi lain, terdapat ribuan orang yang hanya sekedar makan saja bisa mencapai ratusan ribu atau puluhan dolar. Ini sebuah fakta yang tidak terbantahkan.

Dibidang budaya, kapitalisme telah mencampakan nilai-nilai luhur fitri manusia. Dengan asas manfaat, kapitalisme telah menodai norma-norma agama yang semestinya dijunjung tinggi. Dengan alasan budaya, pornografi dan pornoaksi seolah tak terbendung. Orang-orang sekular dan liberal terus menjunjung panji-panji kebebasan dan budaya yang sebenarnya hanya topeng, padahal sejatinya menginjak-injak norma luhur agama dan ideologi (baca Islam). Secara bawah sadar bisa jadi telah menjadi komprador atau bahkan antek asing untuk terus mengerus ajaran agama, harkat dan martabat bangsa dengan simbol-simbol hampa liberalisme dan pluralisme. Inilah bukti kongkret kapitalisme telah menjadi virus dalam kebudayaan dan peradaban. Tarik menarik dan molornya pembahasan RUU APP yang sekarang menjadi RUU Pornograsi bisa jadi sinyalemen itu.

Karena dampak itu semua, kapitalisme sebagai ideologi yang tidak sesuai fitrah manusia dan akal sehat, akhirnya menuju detik-detik kematiannya. Bukan tidak mungkin, sebentar lagi kapitalisme yang pernah berjaya hanya puluhan tahun saja pamit dari dunia ini menyubur temannya sosialisme-komunisme yang sudah lama terkubur.

Syariah akhir peradaban

        Banyak para orientalis dan pemikir barat masih meragukan syariah sebagai solusi atas krisis ini. Akan tetapi tidak sedikit juga para analis masih mengantungkan harapan kepada syariah terlebih institusi Islam, Khilafah. Sebagaimana pernah diprediksi oleh National Intelegent Council –Amerika, tahun 2020 Khilafah akan berdiri setelah kapitalisme tumbang. Boleh jadi analisis NIC akan lebih cepat terbukti dengan berbagai indikasi resesi ekonomi dunia semakin mengila hingga detik ini.

        Tumbangnya kapitalisme akan membuktikan kepada dunia, hanya Islam alternatif sebagai pilihan terakhir. Kembali kepada institusi Khilafah Islam sebagaimana pernah memimpin peradaban dunia hingga lebih dari 1500 tahun sejak 600an hingga1924. Dunia pun akan membuka matanya, bahwa Islam yang sesuai fitrah manusia dan akal sehat akan mampu memberikan jawaban atas semua problem yang ada. Dari resesi global dengan solusi meninggalkan riba, judi di valas, mata uang berbasis emas dan perak, dan segudang manajemen ekonomi syariah yang handal dan tahan terhadap krisis.

Oleh Imam Sutiyono-HUMAS HTI Cilegon

Tidak ada komentar: